Suara.com - Kementerian Komunikasi dan Informatika mengaku bisa memberi sanksi ke penyelenggara sistem elektronik (PSE) apabila terjadi kebocoran data. Hal ini turut berlaku meski tak ada Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP).
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Dirjen Aptika) Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan pengelola data kartu SIM sudah diberikan sanksi. Tapi sanksi itu belum masuk ke denda, seperti yang dicanangkan di UU PDP.
"Sudah kami kenakan sanksi, tapi belum masuk ke denda. Sanksinya ya itu tadi, perbaikan dan rekomendasi. Tapi kalau sampai ada keteledoran, ya tadi, penutupan layanannya. Kalau memang ada kesengajaan," kata Semuel saat menanggapi sanksi tapi belum ada UU PDP, di Jakarta, Senin (5/9/2022).
Ia turut mengakui kalau langkah selanjutnya yang perlu dilakukan adalah perbaikan regulasi. Semmy, sapaan akrabnya, mengklaim kalau sebentar lagi UU PDP bakal selesai.
Baca Juga: Kominfo Tak Akan Blokir Situs Penyebar Data 1,3 Miliar Kartu SIM
"Ini kan sebentar lagi kita selesai UU PDP. Insyaallah selesai tahun ini. Itu harus ada regulasi yang mumpuni," ucapnya.
Selain regulasi, Semmy juga menyarankan kalau hal yang perlu ditingkatkan adalah kesiapan pengelola ketika mengambil data pribadi. Apabila belum siap, jangan kumpulkan data pribadi.
"Karena di situ ada amanat. Amanatnya itu menjaga keamanan, dan menjaga kerahasiaan. Kalau tak siap jangan, jangan pinta data pribadi, atau meminta seminim mungkin. Jadi ketika ada kebocoran data bisa di-reduce," tuturnya.
Ia mengaku kalau kemajuan teknologi saat ini sangat berkembang pesat dan memudahkan semua urusan. Tapi di balik itu semua ada risiko-risiko yang perlu dimitagasi.
Semmy menilai kalau setiap pengelola itu mesti memitigasi dan menyiapkan pengamanan apabila terjadi risiko kebocoran data.
Baca Juga: Kebocoran Data Kartu SIM, Kominfo Siapkan Sanksi Administratif dan Pidana
"Setiap pelaku itu harus memitigasi dan menyiapkan pengamanannya, menjaga kerahasiaannya, memitigasi risikonya. Kok sampai bocor itu bagaimana? apa saja yang tidak boleh disatukan. Ini yg harus dilakukan oleh penyelenggara," kata dia.
Semmy juga mengungkap kalau kebocoran data itu bisa mengarah ke kejahatan lain, contohnya finansial.
"Data kategori sensitif itu termasuk data-data keuangan. Kebocoran data itu bisa mengarah ke kejahatan lainnya, yaitu tadi, penipuan. Kalau finansial kita (bocor), itu bisa saja dilakukan manipulasi, memberikan paspor, dan akhirnya uang kita kesedot," tandasnya.