Indonesia Perlu Punya Regulasi untuk Kendalikan Spam

Liberty Jemadu Suara.Com
Sabtu, 27 Agustus 2022 | 08:22 WIB
Indonesia Perlu Punya Regulasi untuk Kendalikan Spam
Peneliti keamanan siber Kaspersky, Noushin Shabab menerangkan tentang ancaman email spam dalam acara Cybersecurity Weekend yang digelar di Phuket, Thailand, Kamis (25/8/2022). [Dok Kaspersky]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Indonesia perlu memiliki regulasi untuk mengendalikan pesan-pesan spam untuk mengurangi risiko serangan siber, demikian dikatakan peneliti keamanan siber Kaspersky Noushin Shabab.

Noushin, yang ditemui Suara.com di sela-sela acara Cybersecurity Weekend di Phuket, Thailand, Kamis (25/8/2022), mengakui bahwa regulasi memang tak akan menghilangkan pesan atau email spam sama sekali.

"Saya memang tidak begitu mengetahui situasi di Indonesia, tetapi regulasi untuk mengendalikan spam sangat penting untuk mengurangi pesan-pesan yang tidak diinginkan dan menekan risiko keamanan siber," terang dia.

Lebih lanjut Noushin menjelaskan bahwa regulasi spam bisa membuat perusahaan atau institusi resmi berhenti menghujani publik dengan pesan-pesan yang tidak diinginkan dan dinilai mengganggu.

Baca Juga: Indonesia Termasuk Target Utama Email Spam di Asia Pasifik

Caranya adalah dengan memberikan sanksi, termasuk denda yang besar kepada perusahaan atau instisusi yang mengirim SMS, pesan WhatsApp atau email spam kepada mereka yang masih mengirim spam.

Dengan semakin berkurangnya pesan spam dari perusahaan/bisnis dan institusi resmi, publik akan semakin mudah mengenali pesan dan email spam yang berpotensi mengandung objek berbahaya yang biasa digunakan dalam serangan siber serta penipuan online.

Di Indonesia saat ini semakin banyak korban penipuan online dan phising yang mengaku sebagai perwakilan perusahaan keuangan dan insitusi resmi, yang kemudian menyebabkan kerugian besar pada korban. Belum lagi pesan-pesan dari layanan pinjaman online ilegal dan penyedia jasa judi online.

Dengan kata lain, regulasi untuk mengendalikan spam akan sangat membantu upaya literasi digital pemerintah terutama terkait risiko keamanan siber kepada publik.

Noushin mencontohkan Australia dan Singapura. Sejak 2003, Australia telah memiliki Spam Act, undang-undang yang melarang perusahaan dan institusi mengirim pesan komersial yang tak dikehendaki. Sementara Singapura punya regulasi Spam Control Act pada 2027.

Baca Juga: Ongkos Keamanan Siber Global Akan Tembus Rp 6.800 T

Di dua negara ini, perusahaan atau lembaga yang mengirim spam dikenai denda hingga jutaan dolar. Alhasil, Australia dan Singapura tidak termasuk dalam daftar negara di dunia dan Asia Pasifik yang paling banyak menerima pesan spam.

Indonesia sasaran utama Spam

Sementara Indonesia merupakan salah satu negara yang menjadi target email spam terbanyak di Asia Pasifik selama 2022. Sudah terdeteksi lebih dari 1,8 juta email spam di Indonesia di tahun ini saja, atau sekitar 10,4 persen dari total email spam di Asia Pasifik.

Negara Asia Pasifik yang menjadi korban dengan email spam paling besar adalah Vietnam, yang berjumlah lebih dari 3 juta email. Di urutan kedua ada Malaysia sebanyak 2,3 juta dan disusul Jepang sekitar 1,8 juta email spam.

Di Asia Pasifik, Kaspersky berhasil mendeteksi 24 persen dari total email berbahaya di dunia. Dengan kata lain, satu dari empat email spam yang dikirim di dunia tujuannya adalah ke komputer yang beroperasi di Asia Pasifik.

Spam sendiri memang bukan jenis ancaman siber yang rumit, demikian terang Noushin. Tetapi kini pesan-pesan seperti itu semakin canggih ketika dikombinasikan dengan teknik rekayasa sosial atau phising.

Para penjahat siber biasanya mengirim spam dengan tiga tujuan: menipu untuk memperoleh uang dari korban; melakukan penipuan phising untuk memperoleh data sensitif seperti password, kode OTP, nomor kartu kredit, identitas pribadi, dan terakhir menyebarkan virus atau program berbahaya ke komputer korban.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI