Pakar Keamanan: Indonesia Rawan Peretasan dan Kesadaran Keamanan Siber Rendah

Rabu, 24 Agustus 2022 | 07:32 WIB
Pakar Keamanan: Indonesia Rawan Peretasan dan Kesadaran Keamanan Siber Rendah
Ilustrasi pencurian data pribadi. [Shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pakar Keamanan Siber dari CISSReC, Pratama Persadha menilai kalau potensi kasus kebocoran data di Indonesia masih sangat besar.

Alasannya, Indonesia masih dianggap rawan peretasan dan kesadaran keamanan siber yang masih rendah.

"Potensi kasus kebocoran data di tanah air masih sangat besar, karena Indonesia sendiri masih dianggap rawan peretasan yang memang kesadaran keamanan siber masih rendah," kata Pratama dalam keterangannya yang disebar ke awak media, Rabu (24/8/2022).

Pratama mengungkap kalau tren kebocoran data di Indonesia hadir sejak pandemi Covid-19, meskipun kebocoran data itu memang sudah terjadi sejak lama.

Tetapi adanya work from home (WFH) selama pandemi, Pratama menilai kalau itu bisa meningkatkan kebocoran data.

Ia mengutip data Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), yang menunjukkan anomaly traffic di Indonesia naik dari 800 jutaan di 2020 menjadi 1,6 miliar di 2021.

Ilustrasi bekerja dari rumah. [Pexel/Andrea Piacquadio]
Ilustrasi bekerja dari rumah. [Pexel/Andrea Piacquadio]

"Anomaly traffic yang dimaksud disini bisa diartikan sebagai serangan dan lalu lintas data yang tidak biasa, misalnya dengan serangan DDoS," ujarnya.

Dia menambahkan, lalu dengan WFH ini resiko kebocoran data menjadi meningkat karena banyaknya akses ke sistem kantor lembaga perusahaan, baik publik dan swasta dilakukan dari rumah atau lokasi lain di luar kantor.

"Masalah kebocoran data yang bahayanya bertambah muncul karena sebagian besar lembaga negara di Indonesia masih sangat kurang soal keamanan siber pada sistem informasinya," terang Pratama Persadha.

Baca Juga: Marak Data Pribadi Bocor, Pakar: Pengelola Cuma Malu, Pemilik Data Babak Belur

Tapi dirinya menilai kalau semua pihak bisa menjadi target peretasan dan pencurian data, baik itu secara offline maupun online.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI