Suara.com - Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan informatika (Kemenkominfo) menyatakan fokus dalam menyiapkan infrastruktur yang dibutuhkan guna mewujudkan pemerataan internet di seluruh Indonesia dan meningkatkan kinerja ekosistem digital nasional.
“Kominfo akan bangun 500 BTS, fiber optic sepanjang 490 ribu kilometer yang menghubungkan wilayah timur, tengah dan barat serta memaksimalkan 5 satelit telekomunikasi nasional dan 4 tambahan yang kita sewa serta pengadaan Satria 1 yang operasi pada Q3 2023 serta Satria 2 pada 2024 dan Satria 3 pada 2030, tujuan utama adalah pemerataan internet di seluruh Indonesia,” kata Koordinator Startup Digital Kemenkominfo Sonny Sudaryana dalam rilis diskusi Fenomena Bubble Burst: Jalan Terjal Startup Indonesia diterima di Jakarta, Jumat (19/8/2022).
Menurutnya, Kemenkominfo akan terus fokus menyiapkan infrastruktur internet sehingga perusahaan rintisan bisa memperluas pasar hingga ke seluruh wilayah di Indonesia.
Terkait dengan adanya fenomena bubble burst atau pecah gelembung di ranah digital, kata dia, saat ini situasi yang dihadapi perusahaan rintisan di Indonesia dalam enam bulan terakhir masih dalam taraf normal.
Baca Juga: UMKM dan Startup Harus Adaptif Agar Bertahan di Tengah Krisis
Bubble burst merupakan fenomena pertumbuhan ekonomi atau nilai pasar naik sangat cepat, khususnya harga aset, namun diikuti oleh penurunan nilai yang cepat atau kontraksi. Pada umumnya gelembung yang disebabkan lonjakan harga aset didorong oleh perilaku pasar yang tinggi. Fenomena ini membuat sejumlah perusahaan rintisan di Indonesia berhenti operasi dan mengambil langkah seperti PHK karyawan.
Disebutkan, fenomena bubble burst bukan hantu yang menakutkan bagi perusahaan rintisan di Indonesia antara lain karena fundamental perusahaan rintisan di Indonesia masih cukup bagus, serta ekosistem digital di Indonesia juga belum terlalu besar, sehingga tidak terlalu terpengaruh terhadap fenomena bubble burst yang melanda Amerika Serikat.
Pembicara lainnya Managing Partners East Ventures Roderick Purwana mengatakan kondisi yang dialami perusahaan rintisan di Indonesia saat ini karena banyak faktor antara lain krisis geopolitik yaitu perang di Ukraina serta proses pemulihan dari pandemi COVID-19.
Perjalanan perusahaan rintisan itu, lanjutnya, memang perlu waktu untuk membuat produk dan diterima oleh pasar. Karena itu, perusahaan rintisan yang punya fundamental kuat tidak akan terpengaruh dengan fenomena bubble burst.
Sedangkan CEO Katadata Indonesia Metta Dharmasaputra mengatakan fenomena bubble burst yang menimpa perusahaan rintisan di Indonesia saat ini adalah bagian dari revolusi industri keempat.
Baca Juga: Kominfo Dorong Lebih Banyak UMKM Go Digital via DEA
Metta mengingatkan pengguna internet akan bertambah terus karena berdasarkan data dari Google Temasek, selama 2015-2019 populasi yang terhubung internet bertambah 100 juta. Sedangkan selama dua tahun pandemi jumlahnya naik 80 juta.
"Indonesia diperkirakan akan jadi pemain digital terbesar di Asia Tenggara angkanya pada 2020 berjumlah 47 miliar dollar AS, pada 2021 menjadi 70 miliar dolar AS dan diperkirakan pada 2025 menjadi 146 miliar dolar AS. Angka-angka ini membawa titik optimisme baru bahwa digital ekonomi akan terus mewarnai perekonomian Indonesia dan bubble burst bukan fenomena hantu yang menakutkan," jelas Metta.
Managing Partners Impactto.io Italo Gani mengatakan perusahaan rintisan dengan fundamental yang baik akan bisa bertahan dari fenomena bubble burst. [Antara]