Suara.com - Butiran debu purba yang berusia lebih tua dari tata surya, ditemukan dalam sampel dari asteroid Ryugu.
Sampel itu dibawa ke Bumi oleh pesawat ruang angkasa Hayabusa2 Jepang hampir dua tahun lalu.
Penemuan debu ini di Ryugu bukanlah sesuatu yang baru.
Butiran purba serupa sebelumnya, ditemukan di beberapa meteorit kondrit berkarbon, yang merupakan kepingan batuan luar angkasa kaya karbon yang berhasil masuk melalui atmosfer Bumi.
Baca Juga: Rahasia Besar Tata Surya yang Menakjubkan
Partikel purba dalam sampel dari Ryugu terbuat dari silikon karbida, yaitu senyawa kimia yang tidak terjadi secara alami di Bumi.
Menurut para peneliti dalam studi terbaru, ada berbagai jenis butiran silikon karbida.
Dalam sampel Ryugu, para ahli mendeteksi jenis silikon karbida yang diketahui sebelumnya.
Tapi, itu juga memiliki bentuk silikat yang sangat langka dan mudah dihancurkan oleh proses kimia yang terjadi di asteroid.
Dalam penelitian yang diterbitkan di jurnal Astrophysical Journal Letters, Senin (15/8/2022), misi Hayabusa2 Jepang sebelumnya diketahui mendarat di Ryugu, asteroid dekat Bumi yang menyelesaikan satu orbit mengelilingi Matahari setiap 16 bulan, pada Juli 2019.
Baca Juga: 8 Fakta-fakta Planet Jupiter, Planet Terbesar dan Tercepat di Tata Surya Tampak di Konjungsi Planet
Pesawat misi membawa sekitar 5 gram debu dari Ryugu ke Bumi.
Sampel tersebut telah dianalisis sejak pengirimannya ke Bumi pada Desember 2020.
Selain studi terbaru, penelitian terpisah yang diterbitkan di jurnal Nature Astronomy, juga mendeteksi materi tersebut dari Ryugu.
Dilansir dari Space.com, Rabu (17/8/2022), para ilmuwan di balik penelitian itu menggunakan jenis analisis isotop yang berbeda dan teknik yang disebut, pemindaian mikroskop sinar-X transmisi.
Tim ahli menemukan senyawa yang tidak dapat menahan suhu di atas 30 derajat Celcius.
Dikombinasikan dengan temuan lain, itu menunjukkan bahwa Ryugu terbentuk di tata surya luar dan bermigrasi.
Menurut para ahli dalam studi baru di Arizona State University, kesempatan untuk mengidentifikasi dan mempelajari debu purba ini di laboratorium, dapat membantu manusia memahami fenomena astrofisika yang membentuk tata surya, serta benda-benda kosmik lainnya.