Suara.com - Angin Matahari berkecepatan tinggi dari lubang yang tercipta di atmosfer Matahari, akan menghantam medan magnet Bumi pada hari ini, Rabu (3/8/2022) dan memicu badai geomagnetik G-1 kecil.
Pusat Prediksi Cuaca Antariksa Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional (SWPC), membuat prediksi tersebut setelah mengamati adanya bahan gas mengalir dari lubang selatan di atmosfer Matahari.
Lubang koronal adalah area di atmosfer atas Matahari di mana gas listrik Matahari atau plasma lebih dingin dan kurang padat.
Lubang-lubang seperti itu juga merupakan tempat garis-garis medan magnet Matahari yang memancarkan sinar ke luar angkasa.
Baca Juga: 3 Manfaat Sunscreen untuk Kulit yang Sering Diabaikan
Hal tersebut memungkinkan material Matahari untuk keluar dalam arus deras yang bergerak dengan kecepatan hingga 2,9 juta kilometer per jam.
Di planet yang memiliki medan magnet yang kuat seperti Bumi, paparan material Matahari tersebut diserap dan memicu badai geomagnetik.
Dilansir dari Live Science, Rabu (3/8/2022), selama badai ini berlangsung, medan magnet Bumi dikompresi sedikit oleh gelombang partikel yang sangat energik.
Partikel-partikel tersebut menetes ke bawah garis medan magnet di dekat kutub dan mengaduk molekul di atmosfer, melepaskan energi dalam bentuk cahaya untuk menciptakan aurora.
Badai geomagnetik G1 yang diprediksi akan menghantam Bumi terbilang cukup lemah.
Baca Juga: NASA Ungkap Gambar Mengerikan 'Gelombang Tsunami' Matahari ke Bumi
Meskipun badai ini berpotensi menyebabkan fluktuasi kecil pada jaringan listrik dan mempengaruhi beberapa fungsi satelit, termasuk untuk perangkat seluler dan sistem GPS.
Sementara itu, badai geomagnetik yang lebih ekstrem dapat mengganggu medan magnet Bumi dengan cukup kuat hingga mengubah posisi satelit.
Para ilmuwan bahkan telah memperingatkan bahwa badai geomagnetik ekstrem dapat melumpuhkan internet.
Menurut Pusat Prediksi Cuaca Luar Angkasa, material-material yang meletus dari Matahari atau lontaran massa korona (CME) biasanya memakan waktu sekitar 15 hingga 18 jam untuk mencapai Bumi.
Badai Matahari terbesar yang pernah disaksikan adalah Peristiwa Carrington 1859, yang melepaskan energi setara dengan 10 miliar bom atom satu megaton.
Setelah menghantam Bumi, aliran kuat partikel Matahari mengenai sistem telegraf di seluruh dunia dan menyebabkan aurora lebih terang dari cahaya Bulan Purnama.
Jika peristiwa serupa terjadi hari ini, para ilmuwan memperingatkan bahwa hal itu akan menyebabkan kerusakan senilai triliun dollar AS dan memicu pemadaman listrik yang meluas.