Ancam Kebebasan Berekspresi, Aturan PSE di Permenkominfo 5/2020 Perlu Direvisi

Rabu, 20 Juli 2022 | 14:39 WIB
Ancam Kebebasan Berekspresi, Aturan PSE di Permenkominfo 5/2020 Perlu Direvisi
fakta kominfo ancam blokir PSE yang tidak terdaftar | Ilustrasi aplikasi (Pixabay)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Peneliti dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Pingkan Audrine Kosijungan menyarankan agar aturan Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) di Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 tahun 2020 (Permenkominfo 5/2022) perlu direvisi.

Pasalnya, regulasi itu tidak membahas mengenai akuntabilitas yang berisiko mengancam kebebasan berekspresi dan berpendapat.

"Permenkominfo Nomor 5 tahun 2020 perlu direvisi karena masih menyisakan ketidakjelasan mengenai mekanisme akuntabilitas. Akibatnya, muncul risiko moderasi konten yang berlebihan yang tentu saja mengancam kebebasan berekspresi dan berpendapat," ujar Pingkan dalam keterangan resminya, Rabu (20/7/2022).

Selain belum membahas akuntabilitas, lanjut Pingkan, regulasi ini juga secara eksplisit membatasi interpretasi moderasi konten sebagai penghapusan konten saja.

Baca Juga: Hari Terakhir PSE, Aplikasi Ini Pernah Diblokir Kominfo di Indonesia

Padahal membatasi konsepsi regulasi moderasi konten sebagai penghapusan konten adalah sesuatu yang problematik.

Ia menyatakan, terdapat pula potensi pemusatan kekuatan pada pemerintah dengan adanya ketentuan, mengenai wewenang Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dalam hal pemutusan akses terhadap konten-konten digital.

Ilustrasi Aplikasi Sosial Media di Smartphone (Unsplash/Sara Kurfeß)
Ilustrasi Aplikasi Sosial Media di Smartphone (Unsplash/Sara Kurfeß)

Permohonan pemutusan akses, sebagaimana yang tertuang dalam Permenkominfo Nomor 5 Tahun 2020, dinilai Pingkan hanya meninggalkan dua pilihan ekstrem, yaitu menghapus atau membiarkan konten yang dilaporkan.

"Sementara menghapus konten dapat melanggar kebebasan berpendapat, membiarkan konten dapat membuat Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) menerima sanksi dari Kemenkominfo. Membatasi tindakan hanya sebatas pada hapus-atau-biarkan (delete-or-keep) adalah pendekatan yang terbilang dangkal," papar dia.

Pingkan menguraikan, moderasi konten tidak melulu penghapusan konten. Sebab dalam praktiknya melakukan moderasi konten tidaklah mudah.

Di satu sisi, moderasi konten yang lemah berisiko mengakibatkan beredarnya materi-materi berbahaya.

Tetapi moderasi konten secara besar-besaran justru dapat berujung pada penyensoran yang berlebihan oleh platform.

Baca Juga: Kominfo Siapkan Tim Teknis untuk Dampingi Pendaftaran PSE Lingkup Privat

Hal itu disebabkan mandat yang diberikan oleh pemerintah melalui peraturan seperti Permenkominfo Nomor 5 Tahun 2020 beserta dengan revisinya, yaitu Permenkominfo nomor 10 tahun 2021.

Jika berkaca pada praktik-praktik global, lanjut Pingkan, platform-platform user generated content (UGC) seperti Twitter, Facebook, dan YouTube menggunakan serangkaian pilihan yang lebih beragam.

Contohnya seperti menurunkan peringkat (down ranking), demonetisasi, menandai konten dengan keterangan penjelas, membatasi akses dengan tolak ukur usia, dan memberikan peringatan kepada pengguna tentang unggahan-unggahan yang berpotensi sensitif dan berbahaya.

Langkah-langkah yang ditempuh oleh platform UGC tersebut dinilai dapat memitigasi risiko platform mengambil salah satu dari dua tindakan ekstrem yang sudah disebutkan di awal.

Logo Kominfo. [Kominfo]
Logo Kominfo. [Kominfo]

“Permenkominfo Nomor 5 Tahun 2020 hampir secara eksplisit membatasi moderasi konten hanya sebagai penghapusan konten dari platform. Moderasi konten sepatutnya dipahami secara lebih luas sebagai tindakan yang membatasi penyebaran konten dan langkah-langkah yang bersifat mitigasi seperti yang dicontohkan di atas," terang Pingkan.

"Ketika moderasi konten hanya dibatasi sebagai penghapusan konten, baik Kemenkominfo maupun PSE memiliki risiko yang lebih besar untuk melanggar kebebasan berekspresi masyarakat," tegas dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI