Pengguna Rugi dan Terancam Jika Facebook, Twitter dan Google Daftar PSE Lingkup Privat

Senin, 18 Juli 2022 | 14:06 WIB
Pengguna Rugi dan Terancam Jika Facebook, Twitter dan Google Daftar PSE Lingkup Privat
Ilustrasi media-media sosial di internet. (Shutterstock).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kementerian Kominfo mengancam Meta (Facebook, WhatsApp, dan Instagram), Twitter, hingga Google apabila tak daftar Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat.

Adapun pendaftaran PSE lingkup privat digelar berdasarkan PP Nomor 71 Tahun 2019, serta Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 10 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020 (Permenkominfo 5/2020) tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat.

Peneliti dari Divisi Kebebasan Berekspresi SAFEnet, Nenden Sekar Arum menilai kalau rencana Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk memblokir platform digital per 21 Juli 2022 bakal merugikan banyak pihak.

"Ini kaya buah simalakama. Di satu sisi kalau mereka enggak daftar dan pemerintah dengan tegas memblokir, itu merugikan pengguna. Banyak orang yang mencari duit dari sana," kata Nenden saat diwawancara Suara.com melalui telepon, Senin (18/7/2022).

Baca Juga: Google, WhatsApp, FB, dan IG Terancam Diblokir 21 Juli, Ini Keuntungan Daftar PSE Kominfo

"Sementara di sisi lain, itu juga akan merugikan platform digital karena kehilangan akses pengguna," sambung dia.

Alasan kedua, sambung Neneng, apabila platform digital itu memilih untuk mendaftar sesuai aturan PSE Kominfo, maka mereka bisa melanggar kebijakannya yang diterapkan seperti kebijakan privasi maupun moderasi konten.

"Dan itu akan bermasalah juga. Tak cuma ke PSE, tapi juga ke pengguna. Itu bermasalah ke kebebasan berekspresi," ungkap dia.

Salah satu poin yang disorot Neneng di Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 10 Tahun 2021 adalah Pasal 36 Ayat 5 yang berisi:

"PSE Lingkup Privat memberikan akses terhadap Data Pribadi Spesifik yang diminta oleh Aparat Penegak Hukum dalam hal permintaan tersebut disampaikan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)."

Baca Juga: Tiga Pasal Karet di Aturan PSE Kominfo untuk Blokir WhatsApp, FB, dan Google

Berdasarkan Pasal 1 Ayat 21 di Permenkominfo Nomor 10 Tahun 2021, Data Pribadi Spesifik adalah data dan informasi kesehatan, data biometrik, data genetika, kehidupan/orientasi seksual, pandangan politik, data anak, data keuangan pribadi, dan/atau data lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

"Di sana tertulis kalau data itu boleh diminta apabila ada surat pengadilan. Tapi kan untuk apa pengadilan minta data spesifik macam orientasi seksual dan pandangan politik?" tanya dia.

"Jika ini dilakukan untuk penegakan hukum, mereka kan seharusnya melihat kejahatan apa yang sudah dilakukan, dan itu tidak ada hubungannya dengan orientasi seksual," tegas dia.

Nenden menilai kalau peraturan ini bisa sangat rentan untuk disalahgunakan dalam praktik penegakan hukum, terutama bagi kerja-kerja pelindung hak asasi manusia (HAM) yang berkaitan dengan isu-isu sensitif seperti isu perempuan, LGBTIQ, masyarakat adat, dan Papua.

Untuk itulah Nenden menyarankan agar Kominfo lebih dulu membuka ruang dialog antara pemerintah dengan masyarakat sipil dan mekanisme HAM terkait dampak regulasi tersebut.

"Jadi ketika mau diimplementasikan, itu aturannya sudah sesuai untuk melindungi masyarakat, bisa tepat sasaran. Makanya cabut dulu saja, benerin dulu. Jangan kemudian nanti ditunda lagi, deadline diperpanjang lagi. Itu kan tidak menyelesaikan masalah," pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI