Suara.com - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengancam Meta (Facebook, WhatsApp, dan Instagram), Twitter, hingga Google apabila tak daftar Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat atau PSE Lingkup Privat.
Adapun pendaftaran PSE lingkup privat digelar berdasarkan PP Nomor 71 Tahun 2019, serta Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 10 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020 (Permenkominfo 5/2020) tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat.
Pakar Keamanan Siber dari Vaksincom, Alfons Tanujaya berpendapat, kewajiban perusahaan teknologi raksasa dalam mendaftar PSE itu demi kedaulatan digital Indonesia.
"PSE wajib daftar ini adalah soal kedaulatan digital Indonesia. Justru jadi pertanyaan mengapa baru dijalankan sekarang, aturannya ada sejak tahun 2000," kata Alfons dalam keterangannya, Senin (18/7/2022).
Baca Juga: Tiga Pasal Karet di Aturan PSE Kominfo untuk Blokir WhatsApp, FB, dan Google
Alfons menuturkan, kewajiban mengikuti pendaftaran PSE ini jelas mengikuti peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah dan ini menyangkut ketaatan terhadap hukum dan peraturan.
"Ini juga sehubungan dengan keadilan, di mana semua perusahaan sama kedudukannya di mata hukum dan aturan. Baik perusahaan besar atau kecil, perusahaan lokal atau asing," sambung dia.
Menurut Alfons, kehadiran pendaftaran PSE ini membuat posisi pemerintah tidak lemah terhadap PSE. Contohnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga pengawas keuangan tertinggi di Indonesia justru harus meminta bantuan kepada Google apabila ingin membatasi aplikasi pinjaman online (pinjol) ilegal.
Dengan adanya PSE, artinya ada kontrol langsung dari pemerintah terhadap aplikasi yang bisa merugikan masyarakat Indonesia. Alfons mengatakan kalau pemerintah bisa melakukan tindakan yang lebih cepat tanpa harus tergantung dari pengelola layanan seperti Google Play Store atau Apple App Store.
"Harusnya ini memang sudah dijalankan oleh pemerintah sejak lama, dan meskipun terlambat, setidaknya hal ini sudah dijalankan dan diharapkan diawasi dan diamati dengan saksama," terang dia.
Baca Juga: Google Terancam, Anak Muda Lebih Pilih Cari Info di TikTok dan Instagram
Ia menambahkan, adanya aturan ini juga bisa menjadi peluang bagi pengembang aplikasi Indonesia untuk mengisi kekosongan untuk menyediakan aplikasi atau layanan alternatif. Pemerintah juga seharusnya bisa mengakomodir aplikasi alternatif ini.
"PSE yang besar mungkin merasa mereka memiliki negosiasi power yang kuat dan adanya ketergantungan masyarakat atas layanan yang mereka berikan. Namun aturan tetap aturan dan harus ditegakkan. Kominfo harus pintar dan bermain cantik supaya proses penegakan ini tidak menimbulkan kekacauan," paparnya.
Alfons juga memberikan contoh penerapan aturan serupa di Uni Eropa. Di sana, PSE sangat takut dan taat kepada pemerintah.
"Ini karena penegakan aturan mereka yang tegas, tidak pandang bulu, konsisten, profesional, didukung oleh semua negara Uni Eropa dan menjadi tolok ukur bagi dunia," sambung dia.
Untuk itulah ia menyarankan agar masyarakat Indonesia harus mendukung penegakan aturan ini. Pasalnya, ini menyangkut kedaulatan digital dan kemandirian bangsa di ruang digital.
Namun dalam pelaksanaannya, Alfons mengharapkan aturan ini ditegakkan dengan elegan dan tidak menimbulkan kekacauan. Pemerintah disarankan agar melakukan komunikasi dengan baik dan terukur.
"Berikan kesempatan yang fair dan cukup dengan timeline yang jelas dan profesional. Dan kalau memang harus melakukan tindakan tegas, kalau sudah diperingati dan tetap membandel, penegakan aturan tetap harus dilakukan," kata Alfons.
"Informasikan kepada masyarakat dan lakukan antisipasi yang diperlukan untuk meminimalisir kerugian atau masalah yang akan timbul sehubungan dengan terhentinya layanan PSE ini," tandasnya.