Suara.com - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) RI Johnny G. Plate menargetkan pusat data nasional berbasis cloud pertama di Indonesia siap beroperasi pada 2024.
Pembangunan Pusat Data Nasional itu, yang salah satunya berlokasi di Kawasan Deltamas Industrial Estate, Cikarang Pusat, Bekasi, Jawa Barat, merupakan upaya mendukung ketersediaan infrastruktur teknologi komunikasi dan informasi dari sektor hulu sampai dengan hilir.
“Pusat data pertama akan dibangun di dekat Jakarta yang pada bulan-bulan ini bisa kami lakukan ground breaking sehingga bisa langsung digunakan pada 2024,” kata Menkominfo saat sesi Leaders’ Talk Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia (FEKDI), Nusa Dua, Badung, Bali, Senin (11/7/2022).
FEKDI merupakan kegiatan sampingan dari pertemuan ketiga Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 (FMCBG) dan Deputi Bidang Keuangan dan Bank Sentral G20 (FCBD) yang berlangsung 11– 17 2022 di BICC dan BNDCC, Nusa Dua, Badung, Bali.
Baca Juga: Menteri Plate: RUU PDP Berkaitan dengan Kedaulatan Negara, Dengarkan Semua Pihak
Dalam acara diskusi panel itu, yang dipandu oleh Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Johnny G. Plate menyampaikan pembangunan pusat data nasional kedua akan dilakukan di Nongsa, Batam, Kepulauan Riau.
PDN di Nongsa dan di Deltamas memiliki kapasitas yang hampir sama, sehingga dua sarana itu dapat saling mendukung kerja satu sama lain, jelas Plate.
Walaupun demikian, Menkominfo menyebut perlu ada pusat data di wilayah tengah dan timur Indonesia demi meningkatkan efisiensi operasional pusat data.
“Awalnya, kami merencanakan pembangunan itu di Balikpapan, tetapi dengan adanya IKN (ibu kota negara, red.), maka nanti akan dibangun di IKN dan Labuan Bajo,” kata dia.
Wilayah IKN baru berlokasi Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara di Kalimantan Timur, sementara itu Labuan Bajo ada di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur.
Baca Juga: Pusat Data Nasional Akan Dorong Pertumbuhan Investasi
Plate menjelaskan dua lokasi itu dipilih setidaknya karena tiga pertimbangan.
“Pertama, ada potensi tersedianya kapasitas power supply atau listrik yang memadai dan jumlahnya besar, dan redundancy service - tidak (bertumpu pada) satu sumber. Kedua, harus tersedia fiber optic network (jaringan kabel optik) yang memadai di sana,” beber Plate.
Ia menyampaikan wilayah Labuan Bajo dipilih jadi lokasi pembangunan PDN karena risiko gangguan yang lebih kecil dibandingkan dengan daerah lain.
“Kenapa Labuan Bajo? (Alasannya) karena fiber optic di wilayah selatan Indonesia menghubungkan Indonesia (bagian) barat, tenggara, timur, itu memungkinkan, dan sangat sedikit aktivitas vulkanik bawah laut,” kata Johnny.
Ia membandingkan dengan jaringan kabel optik bawah laut di wilayah utara, yang membentang dari utara Kalimantan, Sulawesi khususnya Manado, Maluku Utara, kemudian Biak dan Jayapura di Papua.
“Aktivitas vulkanik (di daerah itu) sangat besar sehingga berulang kali terjadi kabel laut putus karena gunung bawah laut meletus, sehingga alternatif (perlu) kami siapkan,” kata Plate.
Ia lanjut menyampaikan pemerintah berupaya mempercepat pembangunan pusat data nasional berbasis cloud demi mendukung digitalisasi layanan pemerintahan (e-government), dan menjadikan berbagai kebijakan publik ke depan dibuat berdasarkan data.
“Untuk pemerintah saja, saat ini dalam rangka e-government menggunakan 2.700 pusat data dan server. (Dari jumlah) ini hanya 3 persen saja yang berbasis cloud,“ kata dia. [Antara]