Suara.com - Para ilmuwan menemukan jenis kristal yang belum pernah dilihat sebelumnya yang terawetkan di dalam butiran kecil debu meteorit.
Debu tersebut berasal dari batu luar angkasa yang meledak di atas Chelyabinsk, Rusia, pada sembilan tahun lalu.
Pada 15 Februari 2013, sebuah asteroid berukuran 18 meter seberat 11.000 metrik ton memasuki atmosfer Bumi dengan kecepatan sekitar 66.950 km/jam.
Meteor itu meledak sekitar 23,3 km di atas Kota Chelyabinsk, Rusia selatan, menghujani daerah sekitarnya dengan meteorit kecil.
Baca Juga: Ada Supermoon, Saksikan 5 Fenomena Langit Sepanjang Juli 2022
Para ahli pada saat itu menggambarkan peristiwa tersebut sebagai peringatan besar tentang bahaya yang ditimbulkan asteroid bagi Bumi.
Ledakan meteor Chelyabinsk adalah yang terbesar dari jenisnya yang terjadi di atmosfer Bumi sejak 1908.
Menurut NASA, itu meledak dengan kekuatan 30 kali lebih besar dari bom atom yang mengguncang Hiroshima.
Dalam studi baru, para peneliti menganalisis beberapa fragmen kecil batuan luar angkasa yang tertinggal setelah meteor meledak, yang dikenal sebagai debu meteorit.
Biasanya, meteor menghasilkan sejumlah kecil debu saat terbakar, tetapi butir-butir debu itu hilang karena terlalu kecil untuk ditemukan.
Baca Juga: Ilmuwan Identifikasi Kasus Pertama Penularan Covid-19 Dari Kucing ke Manusia
Umumnya, tersebar oleh angin, jatuh ke air, atau terkontaminasi oleh lingkungan.
Namun, setelah meteor Chelyabinsk meledak, gumpalan debu besar menggantung di atmosfer selama lebih dari empat hari sebelum akhirnya menghujani permukaan Bumi.
Untungnya, lapisan salju yang turun sesaat sebelum dan sesudah peristiwa ledakan menjebak, serta mengawetkan beberapa sampel debu sehingga para ilmuwan dapat mengambilnya untuk dianalisis.
Para peneliti menemukan jenis kristal baru saat memeriksa bintik debu di bawah mikroskop standar.
Setelah menganalisis debu dengan mikroskop elektron yang lebih canggih, para ahli menemukan lebih banyak kristal jenis ini dan memeriksanya dengan lebih detail.
Kristal baru ini memiliki dua bentuk berbeda, yaitu hampir bulat dan batang heksagonal.
"Keduanya merupakan keanehan morfologi yang unik," tulis para ilmuwan dalam penelitian yang diterbitkan di The European Physical Journal Plus, dikutip dari Space.com, Selasa (5/7/2022).
Analisis lebih lanjut menggunakan sinar-X mengungkapkan bahwa kristal terbuat dari lapisan grafit yang mengelilingi nanocluster pusat di jantung kristal.
Para peneliti mengusulkan bahwa kandidat yang paling mungkin untuk nanocluster ini adalah buckminsterfullerene (C60) atau polyhexacyclooctadecane (C18H12), sebuah molekul yang terbuat dari karbon dan hidrogen.
Tim ilmuwan menduga bahwa kristal terbentuk dalam kondisi suhu tinggi dan tekanan tinggi yang diciptakan oleh meteor yang pecah, meskipun mekanisme pasti pembentukan masih belum jelas.
Di masa depan, para ilmuwan berharap untuk melacak sampel debu meteorit lain dari batuan luar angkasa lainnya untuk melihat apakah kristal ini umum ditemukan dari pecahan meteor.