Suara.com - Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi menilai, Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) mesti disahkan karena tata kelola data begitu penting untuk saat ini.
"Data tidak hanya memiliki nilai ekonomis, tapi juga berkaitan dengan kedaulatan digital sebuah negara, yang pada gilirannya juga akan berdampak pada geostrategis dan geopolitik," kata Heru dalam keterangannya, Selasa (5/7/2022).
Sebagaimana diketahui, DPR RI Bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) masih melakukan pembahasan RUU PDP, ditargetkan bakal selesai menjadi UU sebelum perhelatan puncak G20.
Bahkan, Panitia Kerja (Panja) RUU PDP optimis semua pasal akan dibahas tuntas di Juli ini.
Baca Juga: TikTok Akui Karyawannya di China Bisa Akses Data Pengguna
Di era big data saat ini, ujar Heru, data pribadi merupakan sumber daya baru sebuah bangsa.
Bahkan, ia menilai, data kini seperti mata uang baru (new currency). Untuk itulah data perlu diatur, dijaga dan dikendalikan penggunanya.
"Karena Indonesia merupakan negara dengan perlindungan data pribadi yang belum kuat, maka kita memerlukan sebuah UU yang dapat memberikan perlindungan maksimal terhadap data pribadi warga negara, sebab ini akan menyangkut kepentingan, rakyat, bangsa dan negara," papar dia.
Heru menilai, perlindungan maksimal wajib dilakukan karena beberapa waktu terakhir masyarakat sering mendengar insiden kebocoran data pribadi.
Baik lewat berbagai aplikasi, penyalahgunaan data pribadi, maupun jual-beli data pribadi rakyat Indonesia di dark web.
"Sehingga secara substansi, UU PDP ini nantinya harus dapat menjawab tantangan-tantangan tersebut," tegas Heru.
Baca Juga: 6 Tips Cegah Data Breach, Pencurian Informasi Tanpa Izin
Bahkan perlu disimulasi, tambahnya, dengan perkembangan teknologi seperti metaverse atau internet of things (IoT), akan potensi penyalahgunaan data pribadi dan bagaimana kita mengaturnya dalam UU PDP.
Ia mengatakan bahwa apabila ditelisik, draft RUU PDP ini berkiblat ke general data protection regulation (GDPR).
Ini adalah regulasi perlindungan data yang diterapkan di Uni Eropa.
"GDPR secara umum sudah cukup bagus. Namun perlu penyesuaian dengan kondisi lokal, lebih futuristik, dan juga sanksi yang lebih tegas," kata dia.
Alasannya, Indonesia merupakan negara dengan pengguna internet, ponsel, dan media sosial yang besar.
Sehingga bilamana ada kebocoran atau penyalahgunaan data pribadi, maka dampaknya juga lebih besar.
Heru mengutip data dari We are Social 2022. Disebutkan kalau pengguna internet Indonesia mencapai 204,7 juta, pengguna ponsel 370,1 juta, dan pengguna aktif media sosial berjumlah 191,4 juta.