Suara.com - Keberadaan internet menjadi anugerah, tapi bisa menjadi bencana manakala teknologi hanya bisa mengendalikan manusia alias warganet tanpa jiwa-jiwa yang beretika.
Etika digital menjadi pedoman ketika menggunakan berbagai platform digital secara sadar, tanggung jawab, berintegritas, dan menjunjung nilai-nilai kebajikan antarinsan dalam menghadirkan diri, kemudian berinteraksi, berpartisipasi, bertransaksi, dan berkolaborasi dengan menggunakan media digital.
Penyebaran konten negatif merupakah perilaku tidak beretika di dunia dunia digital.
Ada lima jenis konten negatif berdasarkan Undang-Undang Informasi dan Traksaksi Elektronik (UU ITE), yakni penyebaran kebencian atau permusuhan berdasarkan SARA, melanggar kesusilaan dan perjudian, penghinaan atau pencemaran nama baik, pemerasan dan/atau pengancaman, penyebaran berita bohong dan menyesatkan sehingga mengakibatkan kerugian.
Baca Juga: Viral Seorang Ibu Minta Tolong Anaknya Butuh Ganja Medis, Memang Apa Sih Manfaatnya Untuk Kesehatan?
“Teman-teman jangan pernah membuat konten-konten tersebut. Kalau memang menerimanya, simpan untuk diri sendiri dan jangan sebarluaskan,” ujar Executive Assistant YOT Holding, Chelen saat Webinar Makin Cakap Digital 2022 segmen pendidikan wilayah DKI Jakarta dan Banten yang digelar beberapa waktu lalu.
Lebih lanjut, dia mengatakan, setiap orang tidak mungkin terlepas dari paparan konten negatif ketika memasuki dunia digital.
Penyebaran konten negatif tidak bisa dikontrol jika ada oknum-oknum yang terus menyebarkan.
Ada beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk mengatasi penyebaran konten negatif. Analisis kebenaran konten menjadi yang utama.
“Kita cari kebenarannya melalui Google atau bertanya ke orang lain tanpa harus menyebarluaskan. Kita lihat apakah konten tersebut benar, karena beberapa judul konten biasanya hanya untuk menjadi click bait,” katanya.
Baca Juga: Viral! Kangkangi Sebuah Pagar, Perempuan Ini Ngaku Tertarik Secara Seksual Terhadap Benda
Menurut Chelen, masyarakat tidak perlu mendistribusikan konten negatif. Sebaliknya, sebagai warga Indonesia yang baik, memiliki kewajiban memproduksi konten-konten bermanfaat atau positif.
“Gunakan media sosial untuk memberikan konten bermanfaat. Tidak usah dibayangkan konten positif itu harus berat,” ujarnya.
Pegiat Literasi Digital dan Dosen Fikom Universitas Pancasila, Anna Agustina menyebutkan, individu yang cakap bermedia digital dinilai mampu mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat keras dan lunak dalam lanskap digital, mesin pencari informasi, aplikasi percakapan dan media sosial, serta aplikasi dompet digital, lokapasar, dan transaksi digital.
“Karena banyaknya pilihan tersebut kita harus terus meningkatkan kapasitas,” katanya.
Webinar Makin Cakap Digital 2022 segmen pendidikan wilayah DKI Jakarta dan Banten merupakan bagian dari sosialisasi Gerakan Nasional Literasi Digital yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika dan SiberKreasi.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya digital skills, digital ethics, digital safety dan digital culture untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.