Mayoritas Pelanggaran Keamanan Siber Bermula dari Kurangnya Ahli

Liberty Jemadu Suara.Com
Rabu, 22 Juni 2022 | 22:45 WIB
Mayoritas Pelanggaran Keamanan Siber Bermula dari Kurangnya Ahli
Ilustrasi keamanan siber. [Envato]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sebesar 72 persen pelanggaran keamanan siber di kawasan Asia ternyata bersumber dari kesenjangan keahlian terkait bidang tersebut, demikian laporan Fortinet bertajuk 2022 Cybersecurity Skills Gap Report.

Perusahaan global solusi keamanan siber, Fortinet, dalam laporan itu mengungkapkan bahwa kurangnya tenaga ahli keamanan siber kerap menimbulkan berbagai tantangan dan dampak beruntun bagi perusahaan-perusahaan di Asia, termasuk terjadinya pelanggaran keamanan yang diikuti dengan kerugian finansial.

Rashish Pandey, Vice President of Marketing and Communications Asia, Fortinet dalam siaran pers, Rabu (22/6/2022) menyatakan bahwa survei yang digelar di Asia Tenggara dan Hong Kong itu menunjukkan bahwa 71 persen perusahaan yang terlibat mengaku kesulitan merekrut tenaga ahli yang berkualifikasi khusus di bidang keamanan siber, sementara 63 persen di antaranya setuju bahwa konsekuensi dari kurangnya tenaga ahli tersebut adalah buruknya tingkat keamanan siber perusahaan.

"Bertambahnya perusahaan yang menggunakan teknologi berbasis cloud dan automasi pun semakin memperburuk permasalahan ketidaktersediaan tenaga ahli keamanan siber ini," kata Pandey.

Baca Juga: Menlo Security Tawarkan Solusi Keamanan Siber di Indonesia, Jika Jebol Siap Bayar Rp 14 Miliar

"Fortinet berkomitmen mengatasi kesenjangan keahlian ini dengan membuat agenda peningkatan pelatihan yang dinamakan Training Advancement Agenda (TAA) dan menyusun program lembaga pelatihan guna meningkatkan akses dan jangkauan sertifikasi serta pelatihan keamanan siber yang dianggap penting bagi perusahaan yang akan merekrut tenaga ahli, sebagaimana terungkap dalam survei," tambah dia.

Rashish Pandey menjelaskan, Fortinet menjanjikan 1 juta tenaga ahli terlatih pada tahun 2026 dan melalui kerja sama dengan mitra lokal, mereka telah menerbitkan lebih dari 840.000 sertifikat sejak program dimulai.

Kembali ke laporan tersebut, para pengambil keputusan TI dan keamanan siber di berbagai negara, antara lain Singapura, Thailand, Hong Kong, Filipina, Malaysia, dan Indonesia, yang menjadi responden survei juga menyarankan sejumlah cara untuk mengatasi kesenjangan keahlian, salah satunya dengan mengadakan pelatihan dan sertifikasi untuk meningkatkan pengetahuan karyawan. [Antara]

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI