Selain itu, jika dibandingkan dengan 2020, statistik juga menunjukkan sedikit penurunan sebesar
0,90 persen dengan 378.967 seluler ancaman malware terdeteksi pada periode tersebut.
Statistik di atas, meski menurun, masih menempatkan Indonesia sebagai negara ke-4 dengan deteksi
malware seluler terbanyak pada 2021 secara global. Kemudian menyusul Rusia, Ukraina, dan Turki.
Tahun 2021 produk Kaspersky juga mendeteksi sebanyak 301 malware mobile banking terhadap
Indonesia.
Ini adalah penurunan secara umum (75,49 persen) dari 1228 deteksi pada 2019, tetapi juga
meningkat 20,88persen dibandingkan dengan 249 deteksi pada 2020.
Era sebelum pandemi di 2019 menjadi tahun dengan dengan deteksi ancaman mobile tertinggi di
Indonesia.
![Ilustrasi mobile banking. [Shutterstock]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2016/11/29/o_1b2n3fq7pi1b1tbh1egg2au1pdpa.jpg)
Hal ini terjadi karena beberapa kegiatan besar yang terjadi pada 2019, salah satunya yaitu peringatan satu tahun inisiasi Making Indonesia 4.0, dimana penggunaan teknologi tinggi berbasis teknologi digital ramai digaungkan.
Bagi mereka yang sangat aktif dengan kegiatan digital di perangkatnya hal ini sekaligus membuka peluang bagi para pelaku kejahatan siber untuk masuk.
Lima malware seluler teratas yang dideteksi pada 2021 di Indonesia adalah:
- Trojan
- Trojan-Downloader
- Trojan-Dropper
- Trojan-Proxy
- Trojan-SMS
“Masa depan di Asia Tenggara sudah pasti di mobile. Di permukaan, para pelaku kejahatan siber bisa
menjadi terlihat semakin kurang aktif karena menurunnya serangan malware seluler. Namun ini adalah tren global dan bukan berarti kita menjadi lebih aman,” ujar Yeo Siang Tiong, General Manager untuk Asia Tenggara di Kaspersky.
Baca Juga: BSSN: Serangan Siber Konsekuensi Transformasi Digital
Namun, dia menambahkan kita harus ingat bahwa saat semakin terbiasa dengan aplikasi pembayaran digital, secara tidak sadar kita menempatkan uang jerih payah kita di dalam perangkat; perangkat yang biasanya tetap rentan terhadap serangan malware sederhana.