Suara.com - Google diharuskan membayar denda 118 juta dolar AS atau Rp 1,7 triliun untuk menyelesaikan gugatan diskriminasi gender, yang dilakukan secara class action (kelompok) oleh 15.500 perempuan.
Selain denda, Google juga diwajibkan memiliki otonom tenaga kerja independen untuk mengevaluasi praktik perekrutan dan studi kesetaraan gaji, sebagaimana dilaporkan The Verge, Rabu (16/6/2022).
Gugatan ini pertama kali dilayangkan pada 2017. Saat itu, tiga orang perempuan menuduh Google membayar pekerja perempuan di bawah standar yang dinilai melanggar Undang-Undang California.
Menurut gugatan itu, ada kesenjangan gaji untuk para pekerja perempuan hingga 17.000 dolar AS atau Rp 250 juta.
Baca Juga: Sudah Ada di Indonesia, Begini Cara Cek Tarif Tol Lewat Google Maps
Mereka juga menuding Google untuk membatasi para pekerja perempuan hanya di jalur karir yang lebih rendah.
Pada akhirnya itu mengarah ke gaji dan bonus lebih rendah ketimbang para pekerja lelaki.
Hingga 2021, para kelompok penuntut itu kemudian memenangkan status class action ke Google.
Ini bukan kali pertama Google diawasi akibat kebijakan diskriminasi ke pekerja.
Tahun lalu, Google sepakat untuk membayar 2,5 juta dolar AS (Rp 36 miliar) atas tuduhan engineer perempuan dibayar rendah dan diskriminasi ke pelamar kerja dari Asia.
Baca Juga: Google Maps Mulai Sediakan Informasi Tarif Tol, Sudah Ada di Indonesia
Departemen Ketenagakerjaan California juga tengah menyelidiki Google atas tuduhan pelecehan dan diskriminasi ke karyawan perempuan kulit hitam.
"Sebagai seorang perempuan yang menghabiskan seluruh karirnya di industri teknologi, saya optimis bahwa tindakan yang telah disepakati Google sebagai bagian dari penyelesaian ini akan memastikan lebih banyak kesetaraan bagi perempuan," kata Holly Pease selaku penggugat di kasus tersebut.
"Sejak didirikan, Google telah memimpin industri teknologi. Mereka juga memiliki kesempatan untuk memimpin tanggung jawab dalam memastikan inklusi dan kesetaraan bagi perempuan di bidang teknologi," pungkasnya.