Suara.com - Twitter akan membayar denda 150 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp 2,1 triliun atas tuduhan regulator federal bahwa platform tersebut gagal melindungi privasi data pengguna karena menggunakan nomor telepon untuk iklan yang ditargetkan.
Regulator menuduh Twitter melanggar aturan Federal Trade Commission (FTC) 2011 dengan menipu pengguna tentang seberapa baik platform menjaga dan melindungi privasi serta keamanan informasi kontak nonpublik.
Dari Mei 2013 hingga September 2019, Twitter memberitahu pengguna bahwa perusahaan mengumpulkan nomor telepon dan email untuk tujuan keamanan akun.
Tetapi, perusahaan tidak mengungkapkan bahwa Twitter juga akan menggunakan informasi tersebut untuk mengirimkan iklan online yang ditargetkan kepada pengguna Twitter.
Baca Juga: Komitmen Atas Keselamatan Tingkat Tinggi, Kini New Toyota C-HR Hybrid Dilengkapi Teknologi TSS
Selain itu, regulator juga menuduh dalam gugatan federal yang diajukan pada Rabu (25/5/2022) bahwa Twitter secara keliru mengklaim bahwa perusahaannya mematuhi perjanjian privasi Amerika Serikat dengan Uni Eropa dan Swiss, yang melarang perusahaan memproses informasi pengguna melalui cara yang bertentangan dengan tujuan yang diizinkan oleh pengguna.
"Twitter memperoleh data dari pengguna dengan dalih memanfaatkannya untuk tujuan keamanan, tetapi akhirnya mereka juga menggunakan data tersebut untuk menargetkan pengguna dengan iklan," kata Lina Khan, Ketua FTC, seperti dikutip dari harian The Independent, Brotania Raya pada Jumat (27/5/2022).
Menurut Khan, praktik ini memengaruhi lebih dari 140 juta pengguna Twitter, sekaligus meningkatkan sumber pendapatan utama Twitter.
Hingga saat ini, perusahaan yang berbasis di San Francisco tersebut memiliki lebih dari 229 juta pengguna di seluruh dunia.
Denda 150 juta dolar AS dan langkah-langkah keamanan baru yang diperlukan berdasarkan kesepakatan penyelesaian harus disetujui oleh pengadilan federal di California.
Baca Juga: 3 Cara Melacak Nomor Asing, Lewat Situs dan Aplikasi
Perintah FTC 2011 telah menuduh penyimpangan serius dalam keamanan data Twitter yang memungkinkan peretas mendapatkan kontrol administratif Twitter yang tidak sah, termasuk akses ke informasi pengguna nonpublik.
"Menjaga keamanan data dan menghormati privasi adalah sesuatu yang kami anggap sangat serius dan kami telah bekerja sama dengan FTC di setiap langkah," tulis Damien Kieran, Kepala Petugas Privasi Twitter, dalam unggahan blog.
Kieran menyatakan perusahaan telah mengambil langkah-langkah sesuai dengan FTC untuk memperbarui operasi dan membuat peningkatan lain demi memastikan bahwa data pribadi pengguna tetap aman dan privasi terlindungi.