Misi Berdurasi Panjang Timbulkan Perubahan di Otak Astronaut Baru

Dythia Novianty Suara.Com
Rabu, 18 Mei 2022 | 06:36 WIB
Misi Berdurasi Panjang Timbulkan Perubahan di Otak Astronaut Baru
Ilustrasi astronot di Bulan. [NASA]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Studi terbaru mengungkap, astronaut yang melakukan misi luar angkasa jangka panjang pertama, memiliki perbedaan dalam otak mereka dibandingkan dengan otak astronaut yang lebih berpengalaman.

Khususnya, pertumbuhan ruang di otak di mana cairan serebrospinal mengalir.

Para ilmuwan telah mengetahui bahwa berada di luar angkasa mengubah dan berpotensi merusak otak.

Namun, penelitian ini adalah salah satu yang pertama untuk membahas aspek tertentu dari kesehatan otak di luar angkasa, menggunakan metode komparatif dan sekelompok astronaut yang relatif besar.

Baca Juga: Bagaimana Astronaut Barat dan Kosmonaut Rusia Menjalani Kehidupan di Antariksa?

Cairan serebrospinal, cairan bening yang mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang, berperilaku berbeda dalam gayaberat mikro.

Hal ini membuat para peneliti bertanya-tanya apa dampak penerbangan luar angkasa di area ini.

Ilustrasi otak manusia (Elements Envato)
Ilustrasi otak manusia (Elements Envato)

Temuan ini dapat membantu para ilmuwan lebih memahami bagaimana berada di luar angkasa mempengaruhi otak manusia.

Studi ini sangat penting untuk misi jangka panjang, di mana NASA berencana mengirim astronaut ke bulan di tahun-tahun mendatang sebagai bagian dari program Artemis dan ke perjalanan ke Mars yang diperkirakan memakan waktu hampir dua tahun.

“Temuan ini memiliki implikasi penting saat kami melanjutkan eksplorasi ruang angkasa,” ujar penulis senior Dr. Juan Piantino, asisten profesor pediatri di Divisi Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Kesehatan & Sains Oregon.

Baca Juga: Penampakan Para Astronaut Berdansa Waltz di SpaceX

Para peneliti menggunakan magnetic resonance imaging (MRI) untuk memindai otak 15 astronaut.

Sembilan di antaranya adalah "pemula," yang berarti mereka menyelesaikan misi pertama mereka di luar angkasa dan tidak memiliki pengalaman luar angkasa sebelumnya.

Enam belas karyawan berbasis darat dari NASA Johnson Space Center di Houston menjabat sebagai kelompok kontrol untuk tujuan perbandingan.

Para peneliti memeriksa ruang perivaskular (PVS), ruang di mana cairan serebrospinal mengalir di otak, setiap astronaut sebelum dan segera setelah mereka berada di luar angkasa.

Mereka juga melakukan pemindaian satu, tiga dan enam bulan setelah para astronot kembali ke Bumi.

Para peneliti menemukan bahwa total volume PVS astronaut pemula meningkat setelah perjalanan mereka ke luar angkasa.

Kondisi otak astronaut baru. [Nature.com]
Kondisi otak astronaut baru. [Nature.com]

Sebaliknya, PVS astronaut berpengalaman tidak menunjukkan pertumbuhan ini, pada kenyataannya, total volume PVS mereka justru menurun.

"Ini mungkin menunjukkan bahwa otak mereka mencapai semacam homeostasis," kata Piantino dalam sebuah pernyataan dilansir laman Space.com, Rabu (18/5/2022).

Dengan kata lain, otak mereka mungkin telah lebih menyesuaikan diri dengan gayaberat mikro setelah penerbangan luar angkasa sebelumnya.

Faktanya, para peneliti menemukan bahwa total volume PVS astronaut berpengalaman sebelum penerbangan mereka saat ini cenderung lebih tinggi.

Volume dasar ini berkorelasi dengan jumlah waktu yang dihabiskan sebelumnya di luar angkasa.
Meskipun tak satu pun dari tren ini signifikan secara statistik, yang berarti mereka bisa terjadi secara kebetulan, mereka cocok dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa perubahan otak astronaut bergantung pada total waktu yang dihabiskan di luar angkasa dan frekuensi misi luar angkasa.

Meskipun volume PVS secara bertahap meningkat seiring bertambahnya usia, anggota kelompok kontrol berbasis Bumi tidak mengalami jenis perubahan PVS yang ditunjukkan oleh astronot pemula.

PVS adalah bagian dari sistem glymphatic, yang membersihkan limbah dari otak, sebagian besar saat tidur.

Kondisi kesehatan lainnya, seperti demensia dan hidrosefalus, atau penumpukan terlalu banyak cairan di ventrikel otak, dapat memengaruhi ruang ini.

Hasil studi baru dapat membantu untuk mengatasi efek pada struktur otak yang dihasilkan dari kondisi kesehatan di Bumi.

Astronot dalam misi pendaratan di Bulan. (Shutterstock)
Astronaut dalam misi pendaratan di Bulan. (Shutterstock)

"Temuan ini tidak hanya membantu untuk memahami perubahan mendasar yang terjadi selama penerbangan luar angkasa, tetapi juga untuk orang-orang di Bumi yang menderita penyakit yang memengaruhi sirkulasi cairan serebrospinal," kata Piantino.

Hasilnya, serta temuan penelitian lain yang telah menyelidiki efek penerbangan luar angkasa pada otak dan cairan serebrospinal, mengisyaratkan pengaruh besar gravitasi pada evolusi manusia dan semua kehidupan di Bumi.

Tubuh dan otak tidak berevolusi menjadi lingkungan gayaberat mikro, dan penelitian sebelumnya telah memberikan petunjuk tentang berbagai efek kesehatan yang terkait dengan waktu yang dihabiskan dalam gayaberat mikro, seperti tulang rapuh dan masalah keseimbangan.

Penelitian ini diterbitkan 5 Mei di jurnal Scientific Reports.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI