Suara.com - Koordinator Mitigasi Gempabumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono mengatakan wilayah Kepulauan Sunda kecil meliputi Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur telah terjadi tsunami lebih dari 22 kali.
Daryono dalam ruang diskusi PRBBK Inklusif disiarkan secara daring di Jakarta, Jumat (13/5/2022), mengatakan bahwa kejadian tsunami terhitung sejak 1600-an, dan paling banyak terjadi akibat guncangan gempa di sesar naik Flores.
"Jika lihat dari sumber gempa yang di selatan, megathrust itu, ternyata lebih galak, sumber gempa di utara NTT," ujar dia seperti dilansir dari Antara.
Dikatakan pula bahwa rentetan titik gempa di utara Bali, Lombok, Sumbawa, Bima, Manggarai, Flores, adalah deretan sumber gempa aktif yang patut diwaspadai.
Misalnya, pada sumber gempa sesar Flores yang bisa memicu tsunami yang hebat di Bulukumba pada tahun 1820. Gempa yang terjadi pada tanggal 29 Desember itu berkekuatan 7,5 berpusat di laut Flores mengguncang NTB, NTT, dan Sulawesi. Gempa itu memicu tsunami di beberapa daerah, seperti NTB, NTT, Sumenep, hingga Pantai Selatan Sulawesi.
Gempa terasa lama sampai 5 menit hingga tsunami setinggi 25 meter menyapu Pelabuhan Bulukumba dan merendam daratan 300—450 meter serta menewaskan 500 orang.
Subduksi dari megathrust Sumba pada tanggal 19 Agustus 1977 memicu gempa berkekuatan 8,3 yang menimbulkan korban jiwa 158 orang dan lebih dari 1.000 orang hilang.
Ia mengatakan bahwa tsunami sebagai silent killer, yang terjadi tanpa didahului gempa signifikan, pernah terjadi pada 18 Juli 1979. Diduga tsunami itu dipicu oleh longsor di bawah laut.
Ini terjadi di Waiteba, Lembata, Flores Timur. Gubernur NTT, Ben Mboi, ketika itu mengatakan ada 539 orang meninggal dan 364 orang hilang akibat tsunami setinggi 9 meter tersebut.
Baca Juga: LIPSUS: Kisah Pilu Korban yang Tergulung Tsunami Selat Sunda
"Profil pantai di NTT yang curam juga memicu terjadinya longsoran dan memicu tsunami," kata Daryono.