Suara.com - NFT Pertama Indonesia, Etherwaifu berhasil menjual habis 1025 lukisan digitalnya, dengan total sales 2,3 juta Dolar AS, atau sekitar Rp33 miliar.
Keberhasilan yang dicapai di 2021 ini merupakan kerja keras kreatornya, Agro (fotografer, software engineer) dan Jubi (Ilustrator), sejak mulai dikembangkan di Jepang hingga akhirnya diluncurkan.
"Kami rilis di bulan Maret 2018, dan kita juga sempat diberitakan di beberapa media berbahasa indonesia. Saat itu Kami rilis 1025 NFT dengan harga per itemnya sebesar Rp50 ribu rupiah," ujar Agro.
Agro menegaskan, langkah Etherwaifu untuk mencapai kesuksesan tidaklah mudah. Terlebih, ketika diluncurkan, market Kripto di tahun itu sedang down, sehingga hanya terjual sekitar 55 unit saja.
Project ini bahkan bisa dibilang sempat mengalami failure financial, terutama saat tidak adanya produk yang terjual di 2019 dan 2020.
"Kita terus berusaha membangun dan mengembangkan softwarenya, tapi setelah 55 unit itu, belum ada pembeli lagi. Di tahun 2019, salesnya nol, tak ada yang membeli sama sekali. Tahun 2020 juga juga sama. Selama 2 tahun berturut-turut tidak ada aktivitas ekonomi sama sekali."
Padahal secara teknologi, Etherwaifu tergolong cutting edge di antara NFT-NFT rilisan 2018. Secara art, Etherwaifu juga lebih maju.
"Kebanyakan NFT zaman dulu simple-simple, seperti pixel art, sementara kami lebih ke arah seperti lukisan."
Memasuki 2021, tepatnya saat NFT mulai booming, seorang arkeolog NFT, Adam McBride menemukan Etherwaifu, yang programnya masih hidup di blockchain. Ia dibuat kagum dengan teknologinya yang tergolong maju dibanding NFT-NFT lainnya di tahun 2017-2018.
Adam merupakan salah satu anggota dari komunitas Historical NFT Collector. Salah satu kegiatan dari komunitas tersebut adalah mencari NFT-NFT bersejarah di blockchain yang rilis sekitar tahun 2017 dan 2018.