Suara.com - Ilmuwan Perubahan Iklim Wayan Suparta menjelaskan soal fenomena suhu panas yang melanda sebagian kota di Indonesia dalam beberapa hari terakhir.
Menurutnya, fenomena suhu panas yang terjadi belakangan ini hanya berlangsung sesaat dengan durasi terbatas.
Alasannya, Indonesia akan segera memasuki peralihan dari musim hujan ke kemarau.
"Betul menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) bahwa kita di bulan Mei ini akan memasuki musim kemarau. Bulan Mei ini sebagai puncak musim peralihan dari musim hujan ke kemarau, atau biasa kita sebut musim Pancaroba," ungkap Wayan saat dihubungi Suara.com, Senin (9/5/2022) malam.
Ia memaparkan, puncak musim panas atau kemarau biasanya terjadi di bulan Juli atau sedikit bergeser ke Agustus pertengahan.
"Di musim Pancaroba ini tidak jarang terjadi cuaca ekstrim, misalnya angin ribut, puting beliung, curah hujan yang kadang terlalu tinggi, awan panas, dan banyak badai tropis lainnya," katanya.
"Pancaroba ini ya musim ekstrim (Mei dan September) untuk di Indonesia. September-Oktober (secara astronomi 22-23 September) yaitu peralihan dari musim kemarau ke musim hujan," tambah dia.
Secara Astronomi, papar Wayan, sejak 21-22 Maret setiap tahun terjadi gerak semu tahunan Matahari.
Posisi Matahari berada di wilayah utara ekuator mengindikasikan jika sebagian wilayah Indonesia akan mulai masuk pada musim kemarau.
"Posisi matahari di utara Khatulistiwa ya artinya daerah bagian atas (utara) akan banyak menerima sinar radiasi matahari (panas)," sebut Wayan.
Baca Juga: BMKG Jelaskan Penyebab Suhu Panas Terik di Indonesia
Lebih lanjut, Wayan mengungkap kalau posisi Matahari seolah-olah berubah setiap tahun mengikuti rasi bintang jika dilihat dari Bumi.
Maka dari itu fenomena tersebut dinamakan gerak semu tahunan Matahari.
"Padahal matahari sebagai pusat tata surya itu tidak bergerak, kita yang seolah-olah melihatnya bergerak atau berubah posisi. Setiap perubahan ini tentu akan membawa dampak badai meteorologi atau perubahan iklim," jelas dia.