Suara.com - Peretasan menjelang aksi unjuk rasa dikhawatirkan dianggap normal, karena tidak tegasnya aparat penegak hukum mengungkap para pelakunya, demikian dikatakan Direktur Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet), Damar Juniarto.
"Tanpa ketegasan hukum, peretasan-peretasan ini akan lama-lama dianggap normal dan kejadian biasa, padahal dari segala aspek ini kekerasan dan perlu ditindak," kata Damar saat dihubungi Suara.com, Jumat (22/4/2022).
Dari sejumlah kasus peretasan yang dialami oleh mahasiswa ataupun aktivis yang kritis tidak ada satu pun yang terungkap pelakunya. Seperti peretasan yang dialami oleh aktivis dan peniliti kebijakan publik Ravio Patra, meski sudah melapor ke polisian, tidak menunjukkan titik terang pelakunya siapa.
"Berkaca dari aduan-aduan peretasan sebelumnya, misal aduan Ravio Patra, aduan Tempo dan Tirto dan aduan Hendri dari AJI Lampung kan peretasan ini enggak ada kelanjutannya setelah aduan dibuat," ujarnya.
Baca Juga: 12 Akun WA Mahasiswa Diretas Sebelum Demo, Safenet Sebut Sudah Ditarget Jauh Hari
Tujuan peretasan, menurut Damar, untuk membungkam mereka yang kritis. Pada unjuk rasa mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Indonesia (AMI) ditujukan untuk menghambat komunikasi mereka.
"Para penyerang berhasil membuat jalur komunikasi untuk koordinasi, konsolidasi dan mobilisasi terputus atau setidaknya terganggu," ungkapnya.
Sebelumnya diwartakan sebanyak 12 mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Indonesia (AMI) mengaku akun WhatsApp mereka diretas. Peretasan itu terjadi jelang demonstrasi di Patung Kuda pada 21 April kemarin.