Pengaturan konservasi air tanah dalam UU juga perlu diperluas. Undang-undang Sumber Daya Air di Indonesia selama ini juga belum banyak menyentuh pentingnya konservasi air tanah. Sejauh ini pengaturan dalam beleid tersebut lebih banyak bernuansa pemerataan akses air.
Walaupun sudah diatur dalam UU dan peraturan pemerintah, pemberian izin terhadap pengusahaan air tanah kerap menjadi celah untuk mencari keuntungan kelompok dan pribadi, karena kurangnya kapasitas pemantauan terpadu oleh pemerintah. Contohnya, pihak swasta juga sempat menjadi tersangka pelanggaran. Di sisi lain, pemerintah daerah kerap kebingungan karena aturan perizinan pengusahaan air tanah tidak selaras dengan aturan pajak daerah dan retribusi, juga dengan hak guna air.
Penelitian yang tengah kami kerjakan tentang regulasi dan kebijakan sepanjang 2021 (belum dipublikasi) turut menunjukkan kebijakan sumber daya air yang tidak terintegrasi. Masing-masing sektor kelembagaan memiliki regulasinya sendiri tentang pengelolaan air.
Terlebih lagi, Indonesia belum memiliki peta skala besar terkait ketersediaan air tanah..
Kita memerlukan regulasi terpadu yang mampu mendorong solusi teknis pengelolaan air yang berkelanjutan. Harapannya, risiko penurunan muka tanah maupun risiko kekeringan sebagai imbas dari iklim yang berubah dapat diantisipasi sejak dini.
Indonesia dapat mencontoh Tokyo, salah satu kota terpadat di dunia, yang mampu menahan laju penurunan muka air tanah dalam waktu 20 tahun, sekaligus membendung pencemaran air tanah melalui regulasi pemompaan air. Solusi tersebut diimbangi dengan menawarkan peralihan sumber air pada air permukaan seperti sungai, danau, dll; serta mengatur pemakaian air oleh industri.
Artikel ini sebelumnya tayang di The Conversation.
Baca Juga: Lindungi Air Tanah Jadi Fokus Peringatan Hari Air Sedunia 22 Maret 2022