Suara.com - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sukses melaksanakan HUB.ID 2021 sebagai upaya mendukung pertumbuhan industri start-up digital di Indonesia.
Program business matchmaking tersebut telah memfasilitasi start-up lokal untuk berkembang, berkolaborasi, dan menerima pendanaan.
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan, Indonesia saat ini sedang berada dalam era akselerasi Transformasi Digital Nasional.
Hal ini ditandai dengan berbagai upaya percepatan pemerataan pembangunan infrastruktur digital.
Baca Juga: Pembinaan Perusahaan Rintisan Harus Konsisten untuk Akselerasi Transformasi Digital
"Kementerian Kominfo berperan tidak hanya sebagai regulator, tetapi juga fasilitator yang menyiapkan masyarakat yang siap untuk hidup di era ekonomi digital dengan berbagai program," ujar Semuel dalam keterangan resmi, Jumat (8/4/2022).
Salah satunya, tambahnya, melalui HUB.ID, program pembinaan start-up yang berkesinambungan komprehensif.
Mendukung hal tersebut, program 1000 Start-up Digital dan Start-up Studio Indonesia hadir untuk menjaring talenta digital dan membekalinya dengan mentoring.
Program HUB.ID disiapkan untuk memfasilitasi start-up digital Indonesia melakukan pertemuan bisnis dengan korporasi, baik BUMN ataupun swasta, Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, serta investor.
Direktur Bina Usaha dan Pelaku Distribusi Kementerian Perdagangan, Nina Mora mengatakan, ekonomi digital Indonesia punya prospek yang besar di masa mendatang.
Baca Juga: Upgrade Jaringan 3G ke 4G/LTE Telkomsel Dibagi Tiga Tahap, DItargetkan Selesai Akhir Tahun
"Di tahun 2022 saja, transaksi e-commerce diperkirakan mencapai Rp 528 triliun atau tumbuh 5,2 persen dari tahun sebelumnya. Dengan itu diharapkan sumbangsih e-commerce menyumbang sekitar 33,37 persen dari ekonomi digital Indonesia,” kata Nina.
Dia memaparkan, e-commerce bisa jadi sarana efektif untuk promosi. Menurut data digital report, 68 dari total populasi Indonesia sudah menggunakan media sosial, sehingga promosi di media sosial bisa memudahkan.
"Tetapi tentunya tetap ada kendala dalam perdagangan digital. Meski memiliki potensi yang tinggi mendukung perkembangan ekonomi, namun masih ada pekerjaan lainnya dalam penerapannya," sambung Nina.
Selain itu, perdagangan digital belum punya pengaturan khusus.
Akibatnya, sosial e-commerce berpotensi jadi money laundry, penjualan barang yang tidak sesuai standar, dan beredarnya barang palsu.