Suara.com - Gempa Gunung Kidul, Yogyakarta yang terjadi pada Rabu (6/4/2022), yang terasa hingga Pacitan, Jawa Timur diduga dipicu oleh patahan pada bagian lempeng Indo-Australia di bawah Pulau Jawa, tepatnya di zona Benioff.
Koordinator Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono dalam keterangan yang diterima di Jakarta membeberkan bahwa gempa magnitudo 4,9 itu bukan jenis megathrust dan juga bukan akibat aktivitas sesar kerak dangkal.
"Gempa ini terjadi di Zona Benioff, yang mana pada lempeng Indo-Australia yang menunjam ke bawah Jawa tidak lagi landai tetapi sudah menukik. Slab lempeng yang tersubduksi lebih dalam ini ada bagian yang mengalami deformasi atau patah yang kemudian memancarkan gelombang gempa," jelas dia.
Lebih lanjut Daryono mengatakan bahwa gempa Gunung Kidul itu, jika melihat lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya, termasuk jenis lindu berkedalaman menengah.
Baca Juga: Gempa Magnitudo 5,6 Guncang Sabang Aceh, Tidak Berpotensi Tsunami
Guncangan gempa Gunung Kidul pagi ini dirasakan di Gunungkidul, Bantul, Sleman, Trenggalek dalam skala intensitas II MMI dan Pacitan II-III MMI.
Gempa dalam lempeng semacam ini mampu memancarkan guncangan sangat kuat di atas rata-rata gempa sekelasnya. Seperti halnya Gempa Benioff di selatan Jawa Timur meskipun magnitudonya relatif kecil 5,9 tetapi mampu merusak ratusan bangunan rumah.
Gempa Benioff di Selatan Jawa Timur pada 21 Mei 2021 lalu, dengan magnitudo 5,9 di kedalaman 110 km, merusak ratusan rumah di tujuh kabupaten dan kota di Jawa Timur, khusunya Blitar dan Malang.
Wilayah Yogyakarta dan sekitarnya merupakan daerah rawan gempa. Sejarah mencatat, gempa merusak sudah terjadi beberapa kali seperti pada tahun 1840, 1859, 1867, 1875, 1937, 1943, 1957, 1981, dan 2006.
Baca Juga: Penyebab Gempa Yogyakarta 4,9 SR Siang Tadi