Berpuasa Terbukti Positif untuk Kesehatan Orang Dewasa, Tapi Perhatikan Efeknya Terhadap Janin

Liberty Jemadu Suara.Com
Rabu, 06 April 2022 | 15:39 WIB
Berpuasa Terbukti Positif untuk Kesehatan Orang Dewasa, Tapi Perhatikan Efeknya Terhadap Janin
Studi dari dua peneliti Indonesia menemukan bahwa orang yang berada dalam kandungan ketika ibu mereka menjalani puasa Ramadhan cenderung mengalami masalah dalam pertumbuhan. [Shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Melani Ratih Mahanani dari Universitas Heidelberg Jerman dan Dono Indarto dari Universitas Sebelas Maret menemukan bahwa janin dalam kandungan ibu yang berpuasa bisa mengalami gangguan pertumbuhan saat dewasa. Berikut hasil studi mereka:

Banyak peneliti telah mengkaji manfaat dan dampak positif puasa selama Ramadhan terhadap kesehatan orang dewasa.

Misalnya, sebuah studi tinjauan sistematis dan meta-analisis menunjukkan terjadinya penurunan indeks massa tubuh (IMT), berat badan, dan persentase lemak tubuh pada non-atlet dewasa sehat yang menjalankan puasa.

Studi lain menunjukkan bahwa puasa Ramadhan tidak menimbulkan dampak metabolisme yang merugikan. Justru puasa membantu peningkatan beberapa penanda glukometabolik pada orang dewasa yang sehat. Secara keseluruhan, efek kesehatan pada orang dewasa yang berpuasa Ramadhan telah diketahui bermanfaat.

Baca Juga: Sambut Ramadhan, Ini Deretan Bantuan dari Pemerintah 2022, Terbaru Ada BSU untuk Pekerja

Di sisi lain, efek puasa pada janin yang dikandung oleh ibu yang menjalankan puasa Ramadhan kurang mendapat sorotan peneliti dan masyarakat awam. Padahal, beberapa studi menunjukkan, meski ibu hamil diperbolehkan untuk tidak berpuasa, mereka tetap menjalankan puasa Ramadhan karena alasan spiritualitas ataupun karena dorongan dari suami dan keluarga.

Penelitian kami merupakan tinjauan sistematis yang pertama menganalisis dampak kesehatan dan ekonomi jangka panjang pada janin yang berada dalam kandungan saat ibunya tengah berpuasa di bulan Ramadhan. Dampak jangka panjang yang dimaksud ialah dampak yang akan dialami saat janin yang dikandung lahir dan tumbuh dewasa.

Puasa Ramadhan pada ibu hamil

Berpuasa selama Ramadhan merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang sehat secara jasmani dan rohani, seperti perintah Alquran dalam Surah Al-Baqarah ayat 183 dan penjelasan kitab fikih. Ketika sedang berpuasa, seorang muslim wajib menahan lapar, haus, dan nafsu dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari. Selain waktu makan, jam tidur dan pola perilaku juga mengalami perubahan selama Ramadan.

Namun, kesepakatan para ahli Islam menjelaskan bahwa orang sakit, bepergian jauh, perempuan sedang menstruasi atau nifas, orang tua, perempuan hamil dan perempuan menyusui tidak diwajibkan berpuasa. Tapi mereka wajib mengganti puasa pada hari dan bulan lainnya atau memberi makan satu orang miskin setiap hari, seperti penjelasan Surah Al-Baqarah ayat 184.

Baca Juga: Ingin Perawatan Wajah Saat Ramadhan, Ini Lima Klinik Kecantikan yang Bisa Jadi Pilihan

Khusus bagi ibu hamil, penulis menukil dari pendapat ulama Arab Saudi Ibnu Utsaimin dan Ibn Baz bahwa ibu hamil yang memiliki fisik yang kuat dan tidak membahayakan janinnya diwajibkan untuk berpuasa. Sedangkan ibu hamil yang memiliki fisik yang lemah dan membahayakan janinnya tidak wajib berpuasa dengan mengganti puasa pada lain waktu.

Ramadhan dan dampaknya pada janin

Banyak penelitian yang telah mengidentifikasi manfaat puasa Ramadan secara langsung maupun tidak langsung bagi orang dewasa. Di tengah banjir informasi terkait hal ini, perlu kita ingat adanya piramida atau tingkatan bukti ilmiah untuk memudahkan pembaca memilah hasil penelitian mana yang layak dicermati.

Dalam strata ilmiah, studi tinjauan sistematis dan meta-analisis menduduki tempat teratas pada piramida bukti ilmiah. Sebab, studi ini mengumpulkan berbagai hasil penelitian yang berkualitas serta menyusun sintesisnya untuk menjadi satu kesimpulan yang utuh.

Dari hasil tinjauan sistematis kami atas 16 artikel imiah dengan lokasi riset di Asia, Afrika, Amerika dan Eropa, diketahui bahwa Muslim dewasa yang berada dalam kandungan selama bulan Ramadhan lebih kurus dan memiliki perawakan yang lebih kecil daripada Muslim yang tidak berada dalam kandungan selama bulan Ramadhan. Sementara, di antara non-muslim tidak didapatkan perbedaan ini.

Sejalan dengan temuan ini, penelitian lain menunjukkan bahwa anak yang lahir dari ibu Muslim yang terpapar Ramadhan pada trimester pertama kehamilan akan memiliki tubuh lebih pendek pada masa remaja akhir (15-19 tahun) dibandingkan saudara kandung mereka yang tidak terpapar.

Indeks Massa Tubuh yang lebih rendah juga ditemukan dan mencapai puncaknya pada masa remaja awal (10-14 tahun) untuk anak-anak Muslim yang terpapar Ramadhan, dibandingkan dengan saudara kandung mereka yang tidak terpapar.

Angka kematian di bawah usia tiga bulan dan di bawah satu tahun lebih tinggi pada anak-anak dari ibu Muslim ketimbang ibu non-muslim. Ibu Muslim ini diketahui terpapar Ramadhan saat berada dalam trimester pertama kehamilan.

Demikian pula, penelitian lain menemukan bahwa angka kematian balita lebih tinggi pada anak yang lahir dari ibu Muslim yang terpapar Ramadhan saat mengalami masa pembuahan, fase trimester pertama, maupun trimester kedua kehamilan.

Insiden disabilitas penglihatan, pendengaran, dan pembelajaran meningkat di antara orang dewasa Muslim yang melalui Ramadhan saat masih dalam bulan pertama di kandungan ibunya.

Demikian pula, di Indonesia, penelitian lain mengidentifikasi skor yang lebih rendah pada tes kemampuan kognitif dan skor matematika yang lebih rendah di antara anak-anak berusia 8 hingga 15 tahun yang berada dalam kandungan selama Ramadhan.

Meski demikian, studi lain yang mengukur intelligence quotient (IQ) menemukan bahwa puasa Ramadhan selama kehamilan tidak berpengaruh pada perkembangan intelektual.

Dibandingkan dengan Muslim yang tidak terpapar Ramadhan saat di kandungan, Muslim yang terpapar lebih berisiko mengalami gejala kesulitan bernapas atau didiagnosis dengan penyakit paru-paru.

Paparan puasa Ramadhan sebelum kelahiran juga dikaitkan dengan kesehatan umum yang lebih buruk, peningkatan risiko penyembuhan luka yang lambat, serta nyeri dada. Rata-rata, muslim yang terpapar memiliki tekanan nadi yang lebih tinggi daripada Muslim yang tidak terpapar.

Beberapa efek negatif teramati dalam fase pembuahan atau trimester pertama kehamilan yang beririsan dengan bulan Ramadhan. Hal ini sejalan dengan teori fetal programming, yang menyatakan selama trimester pertama, janin berada dalam kondisi paling rentan terhadap efek negatif dari lingkungan sekitarnya.

Efek terkuat mungkin juga terjadi karena banyak perempuan yang berpuasa di awal kehamilannya, sebagaimana dilaporkan oleh penelitian berbasis survei di Jakarta.

Dampak pada ekonomi

Pada aspek ekonomi, laki-laki Muslim di Irak dan Uganda yang terpapar Ramadhan selama bulan pertama di kandungan cenderung tidak memiliki rumah tinggal pribadi jika dibandingkan dengan non-muslim.

Logika di balik alasan itu tampaknya juga dijawab oleh sebuah penelitian di Karibia bahwa orang dewasa berusia 24- 55 tahun memiliki kemungkinan pekerjaan yang lebih rendah (dengan pendapatan lebih kecil) jika mereka terpapar Ramadhan sekitar bulan ketujuh kehamilan dibandingkan dengan non-Muslim.

Di Indonesia, penurunan yang signifikan dalam jam kerja ditemukan di antara perempuan yang terpapar Ramadhan saat berusia 18-65 tahun. Tidak ada temuan signifikan yang diamati di antara laki-laki dewasa yang terpapar. Demikian pula, penelitian lain menunjukkan orang dewasa yang terpapar Ramadhan bekerja lebih sedikit selama sepekan.

Apakah benar ini dampak dari efek tunggal?

Mengingat desain sebagian besar penelitian yang kami sintesis menggunakan tanggal lahir sebagai satu-satunya indikator untuk menentukan paparan Ramadhan, maka belum dapat dipastikan sepenuhnya apakah efek yang diamati pada subjek riset berasal dari puasa Ramadhan itu sendiri atau karena adanya perubahan perilaku maupun faktor lain yang terkait erat dengan Ramadhan.

Namun, beberapa penelitian menyoroti bahwa desain penelitian mereka memungkinkan untuk menganalisis paparan Ramadhan selama kehamilan sebagai eksperimen alami. Ini menunjukkan kemungkinan inferensi kausal (hubungan sebab-akibat). Selain itu, 13 dari 16 (81%) penelitian yang kami sintesis memiliki lebih dari 10.000 subjek penelitian.

Aspirasi perempuan Muslim hamil yang ingin berpuasa saat Ramadhan harus dihormati. Dokter dan petugas perawatan antenatal lainnya harus mempromosikan perawatan kesehatan yang lebih baik agar sang ibu hamil dapat mengelola kehamilan yang sehat, serta mengurangi efek negatif bagi janin yang dikandung.

Hukum Islam telah mengajarkan bahwa ibu hamil boleh tidak menjalankan puasa Ramadhan jika membahayakan pertumbuhan dan perkembangan janin walau ibu memiliki fisik yang kuat dan tidak memiliki penyakit penyerta.

Artikel ini sebelumnya tayang di The Conversation.

The Conversation

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI