Suara.com - Matahari dilaporkan menyemburkan 17 letusan dari satu bintik Matahari dalam beberapa hari terakhir, menyebabkan Bumi berpotensi terkena badai Matahari dan terciptanya aurora.
Letusan Matahari tersebut berasal dari bintik Matahari yang terlalu aktif yang disebut AR2975.
Menurut pengamatan yang dilakukan Solar Dynamics Observatory milik NASA, Matahari telah mengeluarkan letusan sejak Senin (28/3/2022).
Bintik Matahari adalah letusan pada Matahari yang terjadi ketika garis magnet berputar dan tiba-tiba sejajar kembali di dekat permukaan yang terlihat.
Terkadang, ledakan ini dikaitkan dengan Coronal Mass Ejections (CMEs) atau aliran partikel bermuatan yang melesat ke luar angkasa.
"Letusan telah melemparkan setidaknya dua atau mungkin tiga CMEs ke Bumi," tulis SpaceWeather.com dari peristiwa tersebut.
![Film koronagraf SOHO dari beberapa CME pada 28 Maret 2022. [Spaceweather]](https://media.suara.com/pictures/original/2022/03/30/13966-film-koronagraf-soho-dari-beberapa-cme-pada-28-maret-2022.jpg)
NASA dan Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional (NOAA) memperkirakan CMEs pertama, akan tiba pada Kamis (31/3/2022) dan setidaknya satu lainnya diperkirakan pada Jumat (1/4/2022).
Dilansir dari Space.com, Rabu (30/3/2022), pemodelan menunjukkan bahwa partikel yang dilepaskan dari letusan tersebut dapat menyebabkan badai geomagnetik G2 atau G3 (sedang).
Berdasarkan skala badai Matahari lima tingkat, NOAA menjelaskan G5 menjadi tingkat yang paling ekstrem.
Baca Juga: 2 Badai Geomagnetik Akan Hantam Bumi Hari Ini, Berbahayakah?
Meski ada 17 letusan, 2022 diperkirakan menjadi tahun yang relatif tenang untuk Matahari, secara keseluruhan karena masih menuju awal siklus aktivitas Matahari 11 tahun yang dimulai pada Desember 2019.