Suara.com - Mengulas kebudayaan Jepang memang selalu menarik untuk diikuti. Salah satu budaya jepang yang unik adalah Hikikomori.
Dalam bahasa Jepang "hikikomori" berarti menyendiri atau membatasi diri.
Hikikomori adalah istilah Jepang untuk fenomena di kalangan remaja atau dewasa muda di Jepang yang menarik diri dan mengurung diri dari kehidupan sosial.
Menurut Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan Jepang, definisi Hikikomori adalah orang yang menolak untuk keluar dari rumah, dan mengisolasi diri mereka dari masyarakat dengan terus menerus berada di dalam rumah untuk satu periode yang melebihi enam bulan.
Baca Juga: Kenali Fenomena Psikologi Pareidolia, Suka Melakukan Hal yang Satu Ini
Menurut psikiater, Hikikomori adalah sebuah keadaan yang menjadi masalah pada usia 20-an akhir.
Berupa mengurung diri sendiri di dalam rumah sendiri dan tidak ikut serta di dalam masyarakat, perilaku tersebut tidak berasal dari masalah psikologis lainnya sebagai sumber utama.
Hikikomori sebenarnya masih ambigu untuk disebut penyakit, karena tidak tercantum dalam The Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders dari Asosiasi Psikiater Amerika, yang menjadi acuan para psikiater dalam mengidentifikasi gangguan jiwa.
Gejala hikikomori diketahui mirip dengan agorafobia, dilansir dari Mayo Clinic.
Agorafobia adalah sebuah tipe gangguan kecemasan yang merasa takut dan sering menghindari tempat atau situasi yang dapat membuat seseorang panik dan merasa terjebak, tak berdaya, atau memalukan.
Baca Juga: Fenomena Gamer Girl dan Keikutsertaan Perempuan dalam Kultur Gim
Hikikomori juga bisa disebut sebagai seseorang yang tidak memiliki hubungan dekat dan rasa kekeluargaan dengan orang lain.
Sehingga mereka memilih mengurung diri di kamar. Sejumlah pakar hikikomori menyebut bahwa kemungkinan penyebab utama dari perilaku ansos ini adalah lingkungan.
Kasus hikikomori pun paling banyak terjadi pada lelaki muda dari kelas menengah yang rata-rata berstatus sarjana.
Hal ini dipicu dengan adanya tekanan dari keluarga yang mengharuskan mereka masuk universitas terbaik atau bekerja di perusahaan besar.
Tak tahan dengan tekanan tersebut mereka memilih tidak melakukan apa-apa dan menjadi hikikomori.
Menurut penelitian yang dilakukan NHK untuk acara Fukushi Network, penduduk hikikomori di Jepang pada 2005 mencapai lebih dari 1,6 juta orang.
Bila penduduk semi-hikikomori (orang jarang keluar rumah) ikut dihitung, maka semuanya berjumlah lebih dari 3 juta orang.
Menurut survei Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan, 1,2 persen penduduk Jepang pernah mengalami hikikomori; 2,4 persen di antara penduduk berusia 20 tahunan pernah sekali mengalami hikikomori.
Dibandingkan perempuan, lelaki hikikomori jumlahnya empat kali lipat. Hal yang lebih memprihatinkan lagi, banyak dari hikikomori merupakan orang yang cerdas dan memiliki kompetensi yang sangat baik.
Jika banyak orang cerdas tapi enggan berpartisipasi dengan masyarakat tertentu hal ini sangat berpengaruh bagi perekonomian masa depan Jepang sendiri. [Pasha Aiga Wilkins]