Suara.com - Badan cuaca pemerintah di Amerika Serikat dan Inggris melaporkan dua badai geomagnetik ringan, akan menghantam Bumi pada Senin dan Selasa (14-15 Maret 2022), setelah suar Matahari meledak keluar dari atmosfer Matahari.
Menurut Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional (NOAA), badai tersebut tidak akan menyebabkan kerusakan apa pun di Bumi.
Kecuali, kemungkinan mengacaukan transmisi radio dan mempengaruhi stabilitas jaringan listrik di garis lintang tinggi.
Namun, masyarakat yang tinggal di selatan New York dan Idaho dapat melihat aurora borealis di garis lintang yang lebih rendah.
Baca Juga: Terkena Badai Geomagnetik, 40 Satelit SpaceX Hancur
NOAA mengkategorikan badai tersebut sebagai kategori G2 pada Senin dan G1 pada Selasa, berdasarkan skala badai Matahari lima tingkat badan tersebut, di mana G5 menjadi tingkat yang paling ekstrem.
Bumi telah mengalami lebih dari 2.000 badai Matahari kategori G1 dan G2 setiap dekade, di mana saat ini, planet berada di tengah-tengah badai Matahari ringan.
Seperti semua badai geomagnetik, peristiwa yang terjadi pada Senin dan Selasa berasal dari ledakan partikel bermuatan yang meninggalkan atmosfer terluar Matahari atau korona.
Dilansir dari Live Science, Selasa (15/3/2022), ledakan yang dikenal sebagai coronal mass ejections (CMEs) terjadi ketika garis-garis medan magnet di atmosfer Matahari kusut dan patah, mengeluarkan semburan plasma dan medan magnet ke luar angkasa.
Gumpalan besar partikel ini melintasi tata surya dengan angin Matahari dan terkadang melewati Bumi.
Baca Juga: Puluhan Satelit Starlink Elon Musk Rontok Disapu Badai Geomagnetik
Dalam prosesnya, itu akan menekan perisai magnet Bumi dan kompresi tersebut memicu badai geomagnetik.
Menurut NOAA, sebagian besar badai Matahari bersifat ringan dan hanya merusak teknologi di luar angkasa atau pada garis lintang yang sangat tinggi.
Tetapi CMEs yang lebih besar dapat memicu badai yang jauh lebih ekstrem, seperti Peristiwa Carrington 1859 yang menyebabkan arus listrik sehingga peralatan telegraf meledak.
Badai matahari juga bertanggung jawab atas munculnya aurora. Ketika CMEs menghantam atmosfer Bumi, plasma surya mengionisasi molekul oksigen dan nitrogen sekitar di sana, menyebabkannya bersinar.
Lebih lanjut, NOAA mengatakan bahwa prediksi aktivitas Matahari cenderung meningkat sepanjang waktu akan terjadi pada Juli 2025.