Suara.com - Laporan Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) mengungkap bahwa serangan digital di Indonesia makin tinggi selama 2021. Tercatat setidaknya ada 193 insiden serangan digital, di mana platform terbanyak ada di WhatsApp dan Instagram.
"Di tahun 2021, serangan digital makin intensif. Setidaknya terdapat 193 insiden serangan digital. Jumlah ini naik 38 persen dibanding tahun sebelumnya," kata Direktur Eksekutif SAFEnet, Damar Juniarto dalam diskusi virtual, Rabu (2/3/2022).
Secara kategoris, serangan digital terbagi dalam dua jenis, yaitu serangan secara kasar (hard attack) dan secara halus (soft attack). Istilah lain yang juga biasa digunakan adalah serangan teknis dan serangan psikologis, merujuk pada bentuk serangan yang digunakan.
Menurut Damar, serangan kasar ini memerlukan kemampuan teknis dan teknologi canggih seperti kemampuan untuk menguasai aset digital korban atau mencuri data-data di dalamnya.
"Adapun serangan secara halus atau psikologis lebih bertujuan untuk memanipulasi informasi atau meneror mental korban. Serangan ini, antara lain, berupa penyebarluasan data pribadi tanpa persetujuan (doxing) dan pembuatan akun palsu atas nama korban (impersonasi)," ujarnya.
Dalam Laporan Situasi Hak-hak Digital Indonesia 2021 yang diterbitkan SAFEnet, peretasan (hack) masih menjadi metode serangan yang paling banyak terjadi dengan 136 insiden (70,46%).
Lalu disusul serangan doxing dengan 24 insiden (12,43%), pembobolan data dan serangan bentuk lain masing-masing 14 insiden (7,25%), impersonasi sembilan insiden (4,66%), dan phishing enam insiden (3,11%).
Sementara dari sisi platform, Damar mengungkap kalau platform paling banyak diserang adalah WhatsApp dan Instagram. WhatsApp mengalami serangan 62 kali (32,12%), sedangkan Instagram 43 kali (22,28%).
Jika dibandingkan dengan situs lain, Facebook memang menjadi platform paling banyak dipakai untuk serangan digital. Sebagai contoh, platform lain yang juga digunakan untuk serangan digital yakni situs web 29 insiden (15,02%), Telegram 24 insiden (12,43%), Twitter 19 insiden (9,84%), dan platform lainnya sebanyak 23 insiden (11,92%).
Baca Juga: SAFEnet: Negara Gagal Lindungi Data Pribadi Warga di 2021
Ia melanjutkan, serangan siber ini bersifat politis karena banyak tertuju pada kelompok kritis seperti seperti aktivis, jurnalis dan media, mahasiswa, hingga organisasi masyarakat sipil.