Rasis! Media-media Barat Bandingkan Pengungsi Ukraina dengan Suriah dan Afghanistan

Liberty Jemadu Suara.Com
Senin, 28 Februari 2022 | 11:27 WIB
Rasis! Media-media Barat Bandingkan Pengungsi Ukraina dengan Suriah dan Afghanistan
Media-media Barat menyiarkan narasi rasisme saat mewartakan kemalangan nasib para pengungsi Ukraina, yang mereka sebut lebih beradab ketimbang pengungsi dari Suriah, Afghanistan atau Afrika. Foto: Seorang ibu dan anaknya melintasi perbatasan antara Ukraina dan Polandia pada 27 Februari 2022. PBB memperkirakan sekitar 400.000 pengungsi dari Ukraina telah mencari perlindungan di negara-negara tetangga. [AFP/Wojtek Radwanski]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Media-media Barat dikritik keras setelah menggaungkan narasi rasisme saat mewartakan tentang arus pengungsi Ukraina, negara yang sejak pekan lalu berjuang menghadapi invasi Rusia.

Beberapa media utama Barat, seperti BBC, ITV dan Daily Telegraph dari Inggris; CBS News di Amerika Serikat; BFM TV dari Prancis, dan bahkan Al Jazeera yang bermarkas di Qatar menyiarkan narasi rasisme, yang membandingkan pengungsi Ukraina dengan Suriah, Afghanistan serta Afrika.

Media-media Barat itu menggunakan kata-kata seperti mata biru, kulit putih, rambut pirang dan lebih beradab saat membandingkan pengungsi Ukraina dengan para pengungsi dari Irak, Suriah, Afghanistan atau Afrika.

Koresponden senior CBS News Charlie D'Agata, yang melaporkan dari Kiev pada Jumat (26/2/2022) misalnya menyebut Ukraine sebagai kota beradab di Eropa, "bukan seperti Irak atau Afghanistan, yang telah mengalami konflik selama puluhan tahun."

Baca Juga: Google Maps Matikan Fitur Pentingnya di Ukraina

Ketika video laporannya itu viral, D'Agata yang adalah seorang wartawan perang veteran, akhirnya meminta maaf pada Sabtu kemarin (27/2/2022).

Sementara itu koresponden ITV, media asal Inggris, Lucy Watson membandingkan Ukraina dengan negara-negara dunia ketiga saat melaporkan nasib para pengungsi di Stasiun Kiev. Ia mengatakan bahwa apa yang terjadi pada Ukraina tak pernah dibayangkan sebelumnya.

"Ini bukan negara dunia ketiga. Ini Eropa," ujar Watson.

BBC, juga media asal Inggris, menyiarkan komentar mantan deputi jaksa agung Ukraina David Sakvarelidze, yang dengan penuh emosional menggambarkan kemalangan nasib orang-orang berambut pirang dan bermata biru di Ukraina.

"Ini sangat emosional karena saya melihat orang-orang Eropa bermata biru dan berambut pirang dibantai," cerita Sakvarelidze.

Baca Juga: Imbas Invasi Rusia, Eropa Bersiap Hadapi Gelombang Pengungsi Jutaan Warga Ukraina

Daily Telegraph, surat kabar terkemuka Inggris, memuat opini mantan anggota parlemen Eropa, Daniel Hannan yang dikenal sebagai politikus konservatif.

"Mereka seperti kita. Ini sangat mengejutkan. Perang mendatangi bukan hanya orang-orang terpencil yang terbelakang. Ini bisa terjadi pada semua orang," tulis Hannan.

Sementara koresponden NBC News, Kelly Cobiella dalam laporan langsungnya dari Ukraina dengan fasih mengatakan bahwa para pengungsi Ukraina bukan dari Suriah, "Mereka orang Kristen, berkulit putih."

Mungkin yang paling mengejutkan adalah Al Jazeera, media asal Timur Tengah yang turut menyiarkan narasi yang sama. Pada Minggu (27/2/2022), presenter berita Peter Dobbie mengatakan bahwa pengungsi Ukraina berasal dari kelas menengah yang makmur.

"Yang menarik adalah, lihat cara mereka berbusana. Mereka makmur, berasal dari kelas menengah. Jelas mereka bukan pengungsi yang berusaha kabur dari Timur Tengah atau Afrika Utara. Mereka mirip keluarga-keluarga Eropa biasa, yang Anda pun tak akan keberatan untuk bertetangga dengan mereka," ujar Dobbie dalam siaran langsung di Al Jazeera.

Stasiun tv Qatar itu belakangan meminta maaf dan mengatakan bahwa ucapan Dobbie itu tak pantas, tidak sensitif dan tak bertanggung jawab.

Rasisme yang vulgar dari media-media Barat dalam mewartakan kemalangan korban Perang Ukraina itu, menurut Denijal Jegic - peneliti komunikasi dan jurnalisme multimedia di Universitas Amerika, di Beirut, Lebanon sebagai konsep usang orientalis tentang keberadaban yang masih bertahan dalam diskursus kolonial Eropa.

"Menurut mereka perang adalah fenomena yang wajar jika terjadi di Timur Tengah, di luar Eropa dan Amerika. Bahwa perang biasa terjadi karena masyarakatnya tidak beradab, bukan karena distribusi kekuasaan geopolitik yang tidak berimbang atau karena intervensi asing," ulas Jegic seperti dilansir dari The Washington Post.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI