Tutupan Hutan di Jawa Tinggal 17 Persen, di Sumatra Cuma 27 Persen

Liberty Jemadu Suara.Com
Kamis, 24 Februari 2022 | 17:38 WIB
Tutupan Hutan di Jawa Tinggal 17 Persen, di Sumatra Cuma 27 Persen
Sejumlah warga menikmati suasana Hutan Kota GBK di Kompleks Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta, Minggu (17/10/2021). [Suara.com/Angga Budhiyanto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Akademisi pada Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan, IPB University, Prof. Dr. Ir. Muhamad Buce Saleh, M.S menyebutkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), luas tutupan hutan di Pulau Jawa hingga 2020 hanya tinggal 17 persen atau turun dari 26 persen pada 1990.

"Luasan tutupan hutan Indonesia terus menurun, terutama di Pulau Jawa dan Sumatera," kata Buce saat menyampaikan ringkasan orasi ilmiah kepada media massa secara virtual, di Bogor, Kamis, menjelang pengukuhannya sebagai salah satu guru besar tetap pada fakultas masing-masing dalam sidang Dewan Guru Besar IPB University (24/2/2022).

Selain Buce, dua profesor lainnya dalam kesempatan yang sama adalah Prof. Dr. Akhiruddin, S.Si, M.Si, dosen pada Departemen Fisika Fakultas MIPA, serta Prof. Dr. Ir. Rilus A Kinseng, M.A, dosen pada Departemen SKPM Fakultas Ekologi Manusia.

Buce menjelaskan, di Pulau Jawa tutupan hutan pada 1990 ada 26 persen dan pada 2020 turun menjadi 17 persen, sedangkan di Sumatera pada periode yang sama turun dari 45 persen menjadi 27 persen.

Baca Juga: IKN Dibangun Berkonsep Kota Hutan Pintar, Jokowi Minta yang Pakai BBM Fosil Tak Ikut Pindah ke Sana

Buce pada kesempatan itu menyampaikan ringkasan orasi ilmiah berjudul Peran Kunci Perencanaan Spasial Dalam Pengelolaan Hutan Berkelanjutan di Indonesia: Teori Pengambilan Keputusan Berbasis Spasial.

Buce menjelaskan, bahwa hutan menjadi salah satu kunci pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), tapi dalam praktek pengelolaannya muncul banyak permasalahan, seiring dengan perkembangan penduduk dan tuntutan pembangunan, dampaknya luasan hutan terus berkurang.

Dalam penelitiannya, Prof Buce meneliti apakah dengan terus menurunnya tutupan hutan, maka sumber daya hutan (SDH) juga menurun dan bahkan bisa punah?

Menurut dia, menjawab hal itu, tidak cukup hanya menerapkan teknologi, tapi dibutuhkan pengetahuan dari beberapa bidang ilmu, seperti ilmu sosial, ekonomi, dan politik.

Buce menjelaskan, penerapan ilmu dan teknologi penginderaan jauh (remote sensing), sistem informasi geografis (SIG) dan teori pengambilan keputusan, akan sangat menunjang perencanaan spasial SDH.

Baca Juga: Viral Aksi Warga Gagalkan Tawuran Remaja di Kranji, Netizen Minta Pelaku di Kerangkeng ke Hutan

Perkembangan penelitian dalam inventarisasi hutan berbasis penginderaan jauh, kata dia, telah mencapai banyak hal.

Hal itu mulai dari dari perbaikan teknik klasifikasi, degradasi hutan dan deforestasi, pendugaan parameter tegakan, estimasi kandungan karbon dan biomassa hutan, pendugaan produktivitas hutan dan pertumbuhan hutan, serta kajian segmentasi berdasarkan obyek.

Nanoteknologi

Sementara itu, Prof. Dr. Akhiruddin, S.Si., M.Si, menyampaikan ringkasan orasi ilmiahnya berjudul Eksplorasi Biomassa Melalui Pendekatan Nanoteknologi untuk Penyediaan Material dan Piranti Maju.

Menurut Akhiruddin, pemanfaatan nanoteknologi dapat mengolah biomassa dari tumbuhan dan hewan menjadi material dan produk fungsional yang sangat menjanjikan.

"Eksplorasi biomassa dapat menghasilkan material maju dengan karakteristik dan fungsi baru sehingga dapat diterapkan dalam berbagai teknologi termasuk teknologi tinggi," katanya.

Menurut dia, nanoteknologi adalah teknologi merekayasa dan mengontrol materi pada dimensi dari satu sampai 100 nanometer.

Pada rentang dimensi tersebut fenomena unik tercipta yang pada akhirnya menciptakan aplikasi teknologi baru.

Komponen biomassa, kata dia, dapat dieksplorasi menjadi nanomaterial dengan pendekatan nanoteknologi.

Nanomaterial yang dihasilkan melalui pendekatan nanoteknologi telah diterapkan pada berbagai bidang meliputi bidang medis, bidang lingkungan, bidang pertahanan, dan bidang energi.

Kemudian, Prof. Dr. Ir. Rilus A Kinseng, M.A, menyampaikan ringkasan orasi ilmiahnya bertajuk "Konflik dan Perubahan Sosial pada Komunitas Nelayan dan Pedesaan di Indonesia".

Rilus menyampaikan, konflik pada komunitas nelayan dan pedesaan di Indonesia dapat menelan korban harta benda dan bahkan nyawa manusia, perlu dikelola dengan baik agar tidak destruktif.

Menurut dia, konflik pada komunitas nelayan disebabkan oleh ketidakberesan sosial meliputi, sumber penghidupan, keadilan hukum, serta martabat.

"Konflik pada komunitas nelayan dan pedesaan terutama dipicu oleh ketidakberesan sumber penghidupan," katanya. [Antara]

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI