Suara.com - Kepala Departemen Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Padjadjaran (Unpad) Arfin Sudirman menyatakan, Indonesia bisa menjadi inspirasi bagi negara-negara yang mengalami kesenjangan digital berbasis gender di Presidensi G20.
"Indonesia bisa jadi inspirasi bagi negara-negara yang memiliki kebijakan bias gender (di Presidensi G20)," kata Arfin dalam diskusi virtual bertajuk Konektivitas Digital dan Pemulihan Pasca Pandemi COVID-19, Jumat (11/2/2022).
Ia menyatakan, G20 sebenarnya sudah menyorot isu perempuan sejak 2018 lalu. Di sana, ia melihat beberapa negara itu memiliki disparitas sangat tinggi antara laki-laki dan perempuan.
"Contohnya di Irak, di sana laki-laki mendapatkan kesempatan 98 persen, tapi perempuan 53 persen," tambah Arfin.
Baca Juga: Kominfo Bahas Kesenjangan Digital di Presidensi G20, Upayakan Pemerataan Jaringan di Wilayah 3T
Kemudian, Arfin mengungkap data kalau 23 persen perempuan masih kesulitan mendapatkan akses internet. Tapi ia menilai kalau Indonesia sepertinya tidak mengalami masalah ini.
"Saya berharap di Indonesia tidak ada seperti itu, karena digital tidak bias gender. Makanya kita bisa promote agar bias gender ini semakin dikurangi. Tapi harus diakui, masalah ini memang dipengaruhi oleh aspek politik dan budaya," papar Arfin.
Hal ini turut diperkuat dari temuan Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA), Bima Laga. Ia mengungkapkan kalau masing-masing e-commerce di Indonesia ternyata punya pemberdayaan khusus perempuan.
"Kami punya program pemberdayaan khusus perempuan, ini juga kami tanyakan ke pelaku e-commerce, kami buat list. Uniknya, masing-masing e-commerce ini memiliki pemberdayaan khusus perempuan," kata Bima.
Ia beralasan, pemberdayaan ini didasarkan pada akses internet yang dimiliki masyarakat dan tidak mementingkan gender. Bima mencontohkan ibu-ibu Indonesia, di mana mereka sudah mendapatkan akses internet.
Baca Juga: Kominfo Ajak Semua Pihak Konsolidasi Isu Digital Nasional, Manfaatkan Presidensi G20 Indonesia
"Tapi harus diakui memang jawabannya adalah belum semua dari mereka yang bisa menggunakannya," terang dia.
Untuk mengatasi kesenjangan digital berbasis gender, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memiliki dua cara. Pertama dari ketersediaan akses internet secara merata, lalu kedua adalah literasi dan keahlian digital.
"Pertama dari segi jaringan, akses internet harus tersedia secara merata. Kedua literasi digital dan keahlian digital. Dengan mengawinkan keduanya, ini bakal sangat menolong," tutur Mira.
Ia menambahkan, adanya literasi digital juga memungkinkan masyarakat untuk mengendalikan ruang digital terkait berita bohong (hoaks).
"Dan perempuan ini memiliki kontribusi untuk stop hoaks. Saring dulu sebelum sharing," ujarnya.