Riset: Perusahaan di Indonesia Belum Paham soal RUU Pelindungan Data Pribadi

Kamis, 27 Januari 2022 | 23:29 WIB
Riset: Perusahaan di Indonesia Belum Paham soal RUU Pelindungan Data Pribadi
Hanya 31,8 persen perusahaan di Indonesia yang mengetahui soal RUU PDP. Foto: Ilustrasi pencurian data pribadi. [Shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Penyedia layanan identitas digital, VIDA, mengatakan bahwa masyarakat hingga perusahaan di Indonesia belum paham Rancangan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (PDP). Mereka belum tahu pentingnya data-data pribadi yang beredar di platform digital.

VIDA mengutip riset yang dijalankan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bersama Katadata Insight Center yang dijalankan tahun lalu. Berdasarkan riset itu, lebih dari 60 persen masyarakat Indonesia belum mengetahui keberadaan Rancangan UU PDP.

Sementara di kategori perusahaan, hanya 31,8 persen yang mengetahui tentang RUU PDP. Untuk itulah VIDA bersama Kominfo mengajak masyarakat dan pelaku industri digital untuk mengetahui keberadaan UU PDP ini, yang juga bertepatan dengan momentum Hari Privasi Data Internasional setiap 28 Januari.

"Mengingat misi ini membutuhkan dukungan dari semua pihak, kami melihat urgensi penerapan aturan pelindungan data pribadi, RUU PDP, demi mengurangi resiko penyalahgunaan identitas lebih jauh dan melindungi identitas digital masyarakat," kata Co-Founder dan CEO VIDA, Sati Rasuanto dalam konferensi pers virtual, Kamis (27/1/2022).

Baca Juga: RUU PDP Tak Kunjung Rampung, Kominfo Siapkan PP yang Atur Denda dalam Kasus Kebocoran Data

VIDA sendiri adalah Penyelenggara Sertifikat Elektronik (PSrE) yang berinduk di bawah Kominfo. Mereka menyediakan layanan berupa tanda tangan elektronik (TTE) yang bisa dipakai untuk melengkapi dokumen.

"Lewat teknologi dan standar kelas dunia, VIDA menjamin keamanan data pribadi konsumen dalam layanan proses verifikasi identitas online yang kami tawarkan pada klien-klien kami, yang lazimnya dibutuhkan saat proses onboarding ke platform digital maupun dalam tanda tangan elektronik," ujar Sati.

Sati menjelaskan bahwa VIDA memiliki beberapa prinsip dalam menjamin identitas digital yang sejalan dengan RUU PDP seperti secure, consent dan transparent. Dengan ini, pengguna layanan verifikasi identitas dan tanda tangan elektronik VIDA lebih mudah mengontrol informasi krusial yang mereka miliki.

"Berbekal sertifikat elektronik VIDA, keputusan otentikasi layanan digital atau proses tanda tangan elektronik ada pada pengguna sepenuhnya. VIDA menjaga data pribadi pengguna dan digunakan hanya untuk keperluan pengguna, dengan menerapkan enkripsi end-to-end bagi seluruh transmisi data," ujarnya.

VIDA juga merupakan PSrE pertama di Indonesia yang memperoleh akreditasi WebTrust global untuk penerapan standar keamanan internet dan menerapkan biometrik wajah serta liveness detection dalam verifikasi ataupun autentikasi bagi pengguna.

Baca Juga: RUU PDP Atur Denda Maksimal Hingga Rp 70 Miliar, Dikritik Tak Bertaji

Tanda Tangan Elektronik VIDA juga diakui di lebih dari 40 negara, karena VIDA adalah PSrE pertama dari Indonesia yang masuk dalam Adobe Approved Trust List (AATL) atau daftar rekan terpercaya Adobe.

"Dalam memberikan layanan verifikasi identitas online, VIDA juga tercatat sebagai penyelenggara Inovasi Keuangan Digital (IKD) Klaster e-KYC terdaftar di OJK maupun regulatory sandbox di OJK," paparnya.

"Kami berharap dengan awareness masyarakat yang meningkat terhadap data pribadi, dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap industri digital di Indonesia," jelas Sati.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI