Pasal 63
Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum menggunakan alat pemroses atau pengolah data visual yang dipasang di tempat umum dan/atau fasilitas pelayanan publik yang digunakan untuk mengidentifikasi seseorang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 10 miliar.
Pasal 64 ayat 1-2
1. Setiap orang yang dengan sengaja memalsukan data pribadi dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau yang dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 60 miliar.
2. Setiap orang yang dengan sengaja menjual atau membeli data pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 50 miliar.
Dikiritik tak bertaji
Meski demikian sebelumnya muncul kritik terhadap RUU PDP yang sedang digodok ini. Kritik tersebut adalah hilangnya pasal yang mengatur sanksi terhadap pengelola data yang teledor sehingga data-data publik yang dikuasainya berhasil dirampas oleh peretas.
Dihapusnya pasal ini dinilai akan membuat para pengelola data tidak serius menjaga data-data milik publik, demikian dikatakan pakar keamanan siber Pratama Persadha pada Senin (24/1/2022) kemarin.
"Ini terkait dengan tidak adanya pengaturan teknis terkait dengan standar teknologi, sumber daya manusia (SDM), dan manajerial dalam pemrosesan data pribadi oleh pengendali data," kata Pratama seperti dilansir dari Antara.
Pratama mengatakan bila dilihat dari draf terakhir RUU PDP , ancaman hukuman terkait dengan kebocoran data akibat peretasan terhadap pengendali data tidak ada.
Ia menegaskan bahwa sanksi administrasi maupun denda terhadap pengelola data yang teledor hingga bisa diretas harus masuk dalam RUU PDP.
Baca Juga: Kominfo Targetkan RUU PDP Selesai Semester Kedua 2022
Pasal ancaman pidana dan denda yang ada pada Pasal 61 sampai dengan Pasal 66, menurut dia, hanya mengatur soal perilaku meski soal data pribadi sudah ada aturannya dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sebagaimana diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2016.