Beli Tanah Virtual di Metaverse dan NFT, Benarkah Ini Ide Gila?

Liberty Jemadu Suara.Com
Kamis, 13 Januari 2022 | 20:59 WIB
Beli Tanah Virtual di Metaverse dan NFT, Benarkah Ini Ide Gila?
Investasi tanah virtual di metaverse jadi tren saat ini. Bagaimana peluangnya di masa depan? Foto: Ilustrasi Metaverse. [Freepik]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Theo Tzanidis, dosen Digital Marketing di University of the West of Scotland mengulas tentang investasi di aset digital seperti tanah virtual dan NFT di metaverse. Berikut ulasannya:

Menghabiskan ribuan hingga jutaan dolar untuk membeli tanah virtual di dunia maya seperti metaverse tentunya terdengar tidak masuk akal.

Namun, belakangan, investasi tanah virtual di metaverse menjadi kian digemari. PwC, misalnya, menjadi salah satu entitas teranyar yang mengikuti tren ini dengan membeli properti di dunia permainan virtual The Sandbox, dengan nominal yang tidak diumumkan ke publik.

Jika investasi serupa yang telah dilakukan investor lainnya dapat dijadikan pegangan, nominal yang dikeluarkan PwC mungkin saja kolosal. Sebagai contoh, seorang investor baru-baru ini membeli sejengkal tanah senilai US$450.000 (sekitar Rp 6,43 miliar) di Snoopverse – dunia virtual yang dikembangkan oleh rapper Snoop Dogg di The Sandbox.

Baca Juga: Ghozali Jadi Sultan, Sandiaga Uno Dukung NFT di Indonesia

Sementara, Metaverse Group, perusahaan real estate yang berfokus pada ekonomi metaverse, baru saja merogoh kocek untuk membeli tanah seharga US$2,43 juta di Decentraland, platform virtual lainnya.

Di Indonesia, fenomena metaverse ini juga menghebohkan masyarakat ketika menemukan bahwa Monas, Jakarta, dan Alun-alun Utara, Yogyakarta, tengah dijajakan secara virtual di platform Next Earth.

Menghubungkan dunia nyata dengan dunia maya

Mari kita segarkan kembali apa itu “metaverse”. Istilah ini menjadi marak terdengar ketika Facebook memutuskan untuk berganti nama menjadi Meta pada Oktober 2021. Perusahaan lain seperti Nike dan Microsoft juga telah mengambil ancang-ancang untuk mengembangkan dunia virtual ini.

Metaverse menggambarkan visi dunia virtual 3D yang menghubungkan dunia nyata dan dunia digital melalui teknologi seperti realitas maya atau virtual reality (VR) dan realitas berimbuh atau augmented reality (AR). Lingkungan imersif (yang mengaburkan batasan antara dunia nyata dan dunia virtual) ini akan dapat diakses melalui headset VR, kacamata AR, dan aplikasi smartphone.

Baca Juga: Seperti Ini Salah Satu Foto Selfie Viral Ghozali yang Laku Rp 31 Juta di NFT

Dalam dunia virtual ini, pengguna dapat bertemu dan berkomunikasi dengan satu dan lainnya menggunakan avatar digital, menjelajah area baru, dan membuat konten. Ide dasarnya, metaverse diharapkan berkembang menjadi ruang maya kolaboratif yang memungkinkan pengguna untuk bersosialisasi, bermain, bekerja, dan belajar.

Saat ini sudah terdapat beberapa metaverse dalam bentuk platform game seperti The Sandbox dan dunia virtual seperti Decentraland. Layaknya situs web yang menjadi bagian dari keseluruhan world wide web dua dimensi, para metaverse ini pada akhirnya akan membentuk suatu jaringan metaverse yang lebih luas dan saling terhubung.

Yang terpenting, laiknya di dunia nyata, metaverse memungkinkan pengguna untuk membeli sejumlah barang virtual – termasuk real estate.

Tanah virtual sebagai NFT

Umumnya, transaksi di dunia maya dimonetisasi lewat mata uang kripto. Selain melalui kripto, non-fungible tokens (NFTs) menjadi metode utama untuk monetisasi dan tukar nilai dalam metaverse.

NFT merupakan aset digital yang unik. Walaupun umumnya berbentuk barang atau karya seni digital (misalnya video, gambar, musik dan obyek 3D), NFT juga dapat berupa aset – termasuk di antaranya real estate digital. Dalam platform seperti OpenSea, yang memungkinkan pengguna melakukan transaksi jual beli NFT, kini terdapat aset digital berupa tanah atau bahkan rumah.

Untuk memastikan bahwa real estate digital memiliki nilai, suplai aset tersebut dibatasi – sebuah konsep ekonomi yang dikenal dengan “scarcity value” atau nilai kelangkaan. Sebagai contoh, Decentraland terdiri dari 90.000 petak tanah seluas 50x50 kaki (15,24 meter).

Walaupun terdengar tidak masuk akal, kenaikan nilai investasi real estate virtual nyatanya sudah terbukti. Pada Juni 2021, sebuah dana investasi real estate digital bernama Republic Realm dilaporkan menghabiskan lebih dari US$900.000 untuk membeli sepetak tanah di Decentraland. Menurut DappRadar, sebuah situs untuk melacak data penjualan NFT, transaksi tersebut merupakan pembelian tanah virtual termahal dalam sejarah Decentraland.

Beberapa bulan kemudian, pada November 2021, Metaverse Group membeli petak tanah di Decentraland dengan nilai mencapai US$2,4 juta. Jumlah tanah yang dibeli oleh Metaverse Group hanyalah sebesar 116 petak, atau jauh di bawah 259 petak yang dibeli oleh Republic Realm.

Decentraland bukan satu-satunya platform yang mengalami apresiasi aset. Pada Februari 2021, dunia game virtual Axie Infinity menjual sembilan petak tanahnya dengan nilai ekuivalen sebesar US$1,5 juta. Pada November 2021, properti di platform tersebut mengalami kenaikan valuasi hingga US$2,3 juta per petak tanah.

Namun demikian, terlepas dari meroketnya nilai aset virtual di metaverse, penting bagi investor untuk menyadari bahwa investasi real estate digital sangatlah spekulatif. Tidak ada yang dapat memastikan bahwa ledakan investasi ini akan menjadi masa depan yang menjanjikan, atau menjerumuskan investor pada gelembung properti digital.

Masa depan real estate di metaverse

Apa yang dilakukan oleh perusahaan dan individu dengan tanah digital yang mereka beli kerap memunculkan rasa penasaran.

Sebagai contoh, Metaverse Group membeli tanah di kawasan fashion di Decentraland. Lahan tersebut konon akan digunakan untuk menyelenggarakan acara fashion dan menjual pakaian untuk para avatar. Dengan kata lain, area ini potensial untuk pertumbuhan bisnis dalam metaverse.

Walaupun ruang maya ini masih didominasi investor dan perusahaan, tidak semua real estate di metaverse harus membuat pengguna mengeluarkan jutaan dolar.

Pertanyaannya, apa manfaat dari memiliki lahan virtual? Jika dibandingkan, properti fisik di dunia nyata membawa keuntungan yang kasat mata: tempat untuk tinggal, untuk dibanggakan, untuk menyambut keluarga dan teman.

Namun, walaupun properti virtual tidak dapat menyediakan tempat berlindung secara fisik, ada fungsi paralel yang dapat ditemukan di dunia nyata. Dalam transaksi real estate virtual, pengguna dapat membeli tanah untuk dibangun atau membeli rumah yang telah tersedia sesuai selera masing-masing. Para pemilik properti digital ini juga dapat melakukan personalisasi propertinya dengan menghiasnya dengan berbagai obyek digital. Pengguna juga dapat mengundang pengunjung ataupun mengunjungi rumah lain.

Visi ini memang masih terlihat jauh. Namun, walaupun terdengar mustahil, kita harus ingat bahwa ada masanya ketika masyarakat meragukan potensi signifikansi internet dan juga media sosial. Pakar teknologi memprediksi bahwa pada tahun-tahun mendatang, metaverse akan berevolusi menjadi ekonomi yang berfungsi secara penuh, dan memberikan pengalaman digital tersinkronisasi dalam kehidupan kita seperti email dan jejaring sosial yang ada sekarang.

Metaverse adalah fantasi yang menjadi kenyataan bagi seseorang yang dulunya gemar bermain game. Beberapa tahun yang lalu, kesadaran saya yang masih lebih muda mendorong saya berhenti membuang-buang waktu bermain game; untuk kembali belajar dan fokus pada kehidupan “nyata”. Namun, jauh dalam nurani saya, saya berharap bahwa dunia game dapat saling melengkapi dengan dunia nyata, seperti dalam film Real Player One. Sekarang, saya merasa impian ini makin dekat dengan kenyataan.

Artikel ini sebelumnya tayang di The Conversation.

The Conversation

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI