Suara.com - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengatakan bahwa diperlukan kajian dari sisi etik dan agama untuk menyikapi keberhasilan para ilmuwan Amerika Serikat mentransplantasi atau melakukan cangkok jantung babi ke manusia pada 7 Januari 2022 pekan lalu.
Kepala BRIN Laksana Tri Handoko mengemukakan perlunya pengkajian dari sisi etik mengenai pencangkokan organ babi ke tubuh manusia.
"Sebagai riset tentu ini menarik. Tetapi dari sisi etik dan kearifan lokal ini perlu dikaji," kata Handoko di Jakarta, Kamis (13/1/2022), seperti dilansir dari Antara.
Handoko menuturkan bahwa pencangkokan organ hewan ke manusia atau xenotransplantasi merupakan hal yang menarik untuk dieksplorasi dari sisi riset.
Namun, menurut dia, ada banyak faktor termasuk etika dan budaya yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan xenotransplantasi, prosedur yang antara lain melibatkan transplantasi, implantasi, atau pemasukan sel hidup, jaringan, atau organ hewan ke manusia.
Xenotransplantasi kini berkembang karena faktanya ratusan bahkan jutaan orang di dunia saat ini mengantre untuk memperoleh organ dari donor. Organ ini mulai dari jantung, ginjal, hati dan banyak lagi.
Gagasan untuk memanen organ dari binatang, termasuk babi, dinilai lebih aman dari sisi medis dan konservervasi, serta lebih ekonomis. Para ilmuwan mengatakan organ babi dan manusia, ukurannya mirip. Selain itu, secara genetika organ babi lebih mudah dicangkok ke manusia ketimbang binatang lain.
Selain itu, babi bukan termasuk binantang yang terancam punah, berbeda dari binatang lain seperti simpanse atau orang utan. Dari sisi ekonomis, babi sangat mudah dan murah diternakkan.
Meski demikian dari sisi etis, gagasan ini masih diperdebatkan karena ada prosedur rekayasa genetik yang di dalamnya yang di antaranya membuat babi memiliki gen-gen manusia. Sederhananya, secara genetik, babi yang kelak diternak untuk diambil organ-organnya, menjadi mirip manusia secara genetik.
Baca Juga: Cangkok Jantung Babi ke Manusia Jadi Perdebatan, Ini Penjelasan Dr Muhammad Mohiuddin
Selain dari sisi etik, Pelaksana Tugas Kepala Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Hayati BRIN Iman Hidayat juga mengajukan pertimbangan agama untuk menyikapi terobosan ini.