Kekerasan Berbasis Gender Online Paling Banyak Dilaporkan ke LBH Apik Jakarta

Liberty Jemadu Suara.Com
Sabtu, 11 Desember 2021 | 20:58 WIB
Kekerasan Berbasis Gender Online Paling Banyak Dilaporkan ke LBH Apik Jakarta
Ilustrasi kekerasan berbasis gender online atau KBGO. [Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - LBH APIK Jakarta pada acara peluncuran Catatan Akhir Tahun menyampaikan kekerasan berbasis gender online (KBGO) jadi jenis kekerasan terbanyak yang dilaporkan oleh perempuan dan anak-anak ke lembaganya pada 2021.

Menurut catatan LBH Apik Jakarta, jenis kekerasan pada tahun ini didominasi oleh KBGO dengan 489 kasus, diikuti oleh kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) 374 kasus, dan kekerasan dalam pacaran (KDP) 81 kasus.

Koordinator Divisi Pelayanan Hukum LBH APIK Jakarta Uli Pangaribuan, dalam acara pemaparan Catatan Akhir Tahun Jumat (10/12/2021) mengatakan angka kasus KBGO terus naik.

Jumlah kasus KBGO yang didampingi LBH APIK Jakarta meningkat pesat dari hanya 17 laporan pada 2019, kemudian 307 pada 2020, dan 489 pada 2021.

Baca Juga: SAFEnet: Kekerasan Berbasis Gender Online Sebabkan Kerugian Psikis dan Materiel

Korban yang mengalami kekerasan berbasis gender online kerap menerima ancaman distribusi ilegal data/konten pribadi, tipu daya, pelecehan seksual lewat dunia maya, pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, sampai penguntitan.

Sementara itu, untuk KDRT yang biasanya jadi jenis kasus kekerasan terbanyak pada tahun-tahun sebelumnya turun tipis pada tahun ini dari 418 pada 2020 jadi 374 pada 2021.

Namun menurut Uli, penurunan itu tidak signifikan, karena banyak kasus KDRT masuk dalam kategori KBGO karena terjadi di dunia maya (online).

Untuk kasus KBGO, hasil kajian LBH APIK Jakarta menemukan pelaku umumnya pacar, suami, mantan pacar, mantan suami, teman, orang-orang yang baru dikenal di media sosial, dan orang-orang yang tidak diketahui identitasnya atau anonim, tutur Uli.

Dari 489 kasus KBGO yang ditangani oleh LBH Apik, Uli menggarisbawahi hanya ada dua kasus yang berhasil diadvokasi sampai pengadilan.

Baca Juga: Cerita Wanita Diperas karena Foto Syur, Polisi Ogah Usut karena Pelaku Bukan Publik Figur

Setidaknya ada tiga kendala utama yang dihadapi oleh para pendamping dan penasihat hukum LBH Apik selama menangani kasus KBGO, yaitu hambatan secara substansi, struktur, dan kultur/budaya.

Uli menyebut kendala secara struktur, antara lain dasar hukum kasus KBGO yang belum ada, mengingat RUU Tindak Pidana Penghapusan Kekerasan Seksual dan RUU Perlindungan Data Pribadi belum disahkan oleh DPR. Oleh karena itu, advokasi lewat jalur hukum untuk kasus-kasus KBGO masih berpotensi mengkriminalisasi korban.

Sementara secara struktur, LBH APIK menilai masih banyak aparat penegak hukum belum memahami kasus KBGO dan belum semua lembaga bantuan hukum memiliki pengetahuan dan pengalaman mendampingi kasus-kasus kekerasan gender berbasis online.

"Kendala secara kultur, korban KBGO masih disalahkan lingkungan, stigma (masih diberikan terhadap) korban, belum banyak lembaga layanan fokus untuk (menjaga) keamanan digital," ujar Uli. [Antara]

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI