Suara.com - LBH APIK Jakarta pada acara peluncuran Catatan Akhir Tahun menyampaikan kekerasan berbasis gender online (KBGO) jadi jenis kekerasan terbanyak yang dilaporkan oleh perempuan dan anak-anak ke lembaganya pada 2021.
Menurut catatan LBH Apik Jakarta, jenis kekerasan pada tahun ini didominasi oleh KBGO dengan 489 kasus, diikuti oleh kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) 374 kasus, dan kekerasan dalam pacaran (KDP) 81 kasus.
Koordinator Divisi Pelayanan Hukum LBH APIK Jakarta Uli Pangaribuan, dalam acara pemaparan Catatan Akhir Tahun Jumat (10/12/2021) mengatakan angka kasus KBGO terus naik.
Jumlah kasus KBGO yang didampingi LBH APIK Jakarta meningkat pesat dari hanya 17 laporan pada 2019, kemudian 307 pada 2020, dan 489 pada 2021.
Korban yang mengalami kekerasan berbasis gender online kerap menerima ancaman distribusi ilegal data/konten pribadi, tipu daya, pelecehan seksual lewat dunia maya, pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, sampai penguntitan.
Sementara itu, untuk KDRT yang biasanya jadi jenis kasus kekerasan terbanyak pada tahun-tahun sebelumnya turun tipis pada tahun ini dari 418 pada 2020 jadi 374 pada 2021.
Namun menurut Uli, penurunan itu tidak signifikan, karena banyak kasus KDRT masuk dalam kategori KBGO karena terjadi di dunia maya (online).
Untuk kasus KBGO, hasil kajian LBH APIK Jakarta menemukan pelaku umumnya pacar, suami, mantan pacar, mantan suami, teman, orang-orang yang baru dikenal di media sosial, dan orang-orang yang tidak diketahui identitasnya atau anonim, tutur Uli.
Dari 489 kasus KBGO yang ditangani oleh LBH Apik, Uli menggarisbawahi hanya ada dua kasus yang berhasil diadvokasi sampai pengadilan.
Baca Juga: SAFEnet: Kekerasan Berbasis Gender Online Sebabkan Kerugian Psikis dan Materiel
Setidaknya ada tiga kendala utama yang dihadapi oleh para pendamping dan penasihat hukum LBH Apik selama menangani kasus KBGO, yaitu hambatan secara substansi, struktur, dan kultur/budaya.