Suara.com - Anggota Komisi DPR dari Partai Golkar, Dave Akbarshah Fikarno mengatakan layanan Over-The-Top (OTT) dan konten-konten di internet harus diatur dalam revisi UU Penyiaran.
Gagasan ini disampaikan Dave, yang juga anggota Komisi I DPR itu, pada Sabtu (27/11/2021) saat membahas soal revisi UU Penyiaran yang menurutnya sebaiknya dirampungkan sebelum November 2022, ketika Analog Switch Off berlaku.
“Mereka (layanan OTT) harus diatur dalam UU Penyiaran karena mereka sudah semakin marak, selain OTT ada juga aplikasi online lainnya yang berhubungan dengan penyebaran konten dan mereka harus diatur,” ujar Dave seperti dilansir dari Antara.
Operasi layanan OTT dan aplikasi daring berbayar untuk mengakses konten maupun informasi di Indonesia itu nantinya akan diregulasi sehingga bisa mengikuti nilai dan budaya Indonesia.
Baca Juga: Revisi UU Penyiaran Harus Rampung Sebelum Migrasi ke TV Digital
Saat ini, aturan yang diterapkan pada media penyiaran dan berlaku di Indonesia masih berkutat pada penyiaran televisi dan radio berpegang pada UU Penyiaran nomor 32 tahun 2002.
Sebelumnya Dave mengatakan juga bahwa revisi UU Penyiaran harus dapat dirampungkan pembahasannya sebelum masa Analog Switch Off (ASO) atau migrasi TV analog ke TV digital mencapai tenggat waktunya pada 2 November 2022.
“Undang- Undang Penyiaran ini sebenarnya harus segera disiapkan, namun belum dibahas kembali karena kita belum masuk Prolegnas dan pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi belum selesai, Tentu di 2021 kami harap bisa menyelesaikan (revisi) UU Penyiaran,” kata dia.
Menurut Dave revisi UU Penyiaran perlu dilakukan dan dirampungkan di 2022 agar berjalannya Analog Switch Off (ASO) yang disepakati sejak 2019 bisa tetap mengikuti koridor aturan terbaru.
Dengan pembaruan UU Penyiaran, siaran televisi digital dapat semakin teratur dan mengikuti perkembangan nilai dan juga standar yang sesuai dengan budaya masyarakat Indonesia. [Antara]
Baca Juga: Hijrah ke Siaran TV Digital Akan Tingkatkan Kualitas Pertelevisian Indonesia