Suara.com - Indonesia merupakan salah satu negara dengan pertumbuhan sektor teknologi paling cepat di dunia.
Data dari Korn Ferry Indonesia mengestimasikan bahwa Indonesia akan mengalami pertumbuhan jumlah kekurangan talenta digital dari 1,8 juta hingga 3,8 juta orang dalam 10 tahun mendatang.
Sadar akan pentingnya pemenuhan kesenjangan SDM tersebut, perusahaan pemberdaya talenta digital Hacktiv8 siap mengakselerasi percetakan talenta pemrograman berkualitas.
Menurut Ronald Ishak, CEO & Founder Hacktiv8, Indonesia menghabiskan sekitar Rp 21,3 triliun untuk pendidikan tingkat tinggi pemrograman, dengan 250 ribu pelajar baru setiap tahunnya.
Baca Juga: Kolaborasi BRI dengan Halosis dan Facebook untuk Mendukung Mitra Merchant Go Digital
Namun, dia menambahkan, menurut data dari Bank Dunia, hanya sekitar 17 persen lulusan Teknologi Informatika (TI) yang bekerja di bidang pengembangan software.
"Kesenjangan inilah yang ingin kami atasi dengan solusi pendidikan yang kami tawarkan," ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (22/11/2021).
Berdasarkan survei dari McKinsey 2018, 15 dari 20 eksekutif perusahaan teknologi mengaku kesulitan menemukan talenta digital yang tepat dan setengah diantaranya kesulitan mempertahankan mereka.
Walau Google dan Temasek memproyeksi akan ada lebih dari 200 ribu talenta digital professional di Asia Tenggara pada 2025, kenyataannya masih jauh dari angka tersebut.
"Kini, kebanyakan posisi tersebut didominasi oleh profesional yang lebih senior dari sektor perbankan, ritel, dan perusahaan di luar wilayah tersebut,” jelas Ronald.
Baca Juga: Kolaborasi dengan Halosis dan Facebook, Strategi BRI Dorong Mitra Merchant Go Digital
Saat ini, Hacktiv8 telah mencetak lebih dari 1,100 talenta digital berkualitas yang bekerja di perusahaan-perusahaan digital ternama yang juga menjadi hiring partner.
Kebanyakan lulusan mereka telah melalui coding bootcamp professional yang terdiri dari program Full Stack Javascript dan Data Science.
“Full Stack Javascript merupakan program kursus selama 16 minggu untuk mempelajari pemrograman dasar dan bahasa pemrograman seperti JavaScript, Node.js, Vue.js, dan framework Facebook’s React dengan ratusan sesi latihan yang dibimbing oleh instruktur," dia memaparkan.
Menurutnya, program Data Science merupakan program intensif 12 minggu yang memberikan siswa ilmu pengolahan data.
Seperti pemrograman, statistik, hingga bisa menjadi seorang Data Scientist atau Data Analyst yang dapat memberikan kesimpulan dari data yang diolah.
Kurikulum di Hacktiv8 juga dirancang dengan melibatkan para hiring partner agar para lulusannya dapat langsung mempraktikkan ilmu yang didapatkan di perusahaan tempat mereka bekerja.
“Model bootcamp kami menuntut pelajar untuk menghabiskan waktu sekitar 10 hingga 12 jam sehari, sehingga hanya yang terbaik saja yang bisa lulus dari program dan mendapatkan pekerjaan,” terang Ronald.
Secara rata-rata, lulusan Hacktiv8 bisa mendapatkan pekerjaan dalam waktu 2 hingga 3 minggu.
Salah satu fasilitas yang diberikan adalah Engineering Empathy atau sesi konsultasi pengembangan diri.
“Fasilitas ini membekali para lulusan kami dengan berbagai keterampilan untuk menghadapi dunia kerja, seperti growth mindset, time management, stress management, dan bahkan cara menghadapi impostor syndrome (sebuah sindrom dimana seseorang tidak percaya akan kemampuan yang dimilikinya)," dia menerangkan.
Lulusan dari Hacktiv8 juga tidak perlu khawatir akan biaya yang perlu dikeluarkan untuk belajar di bootcamp dikarenakan fitur Income Share Agreement (ISA) atau perjanjian bagi hasil.
Melalui ISA, siswa akan membayar biaya pendidikan ketika mereka sudah mendapatkan pekerjaan, dengan menyisihkan sebagian dari gaji mereka.
"Fitur ini diharapkan dapat membuka akses bagi banyak orang yang ingin belajar pemrograman tanpa harus terkendala biaya,” tutup Ronald.