Suara.com - Nilai ekonomi internet Indonesia secara keseluruhan memiliki Gross Merchandise Value (GMV) senilai 70 miliar dolar AS atau sekitar Rp 997,6 triliun pada 2021, demikian isi laporan SEA e-Conomy yang disusun oleh Google, Tamasek, dan Bain & Company pekan ini.
Dari angka tersebut, diketahui bahwa Indonesia menyumbang 40 persen dari total GMV di kawasan Asia Tenggara. Laporan berjudul Roaring 20s: The SEA Digital Decade itu juga memperkirakan nilai tersebut akan naik dua kali lipat menjadi 146 miliar dolar AS atau lebih dari Rp 2.000 triliun pada 2025.
Sektor e-commerce menjadi sektor dengan pertumbuhan yang sangat besar yakni 52 persen. GMV e-commerce Indonesia diproyeksikan tumbuh dari 34 miliar dolar AS atau Rp 498,6 triliun pada 2020 menjadi 54 miliar dolar AS atau Rp 768,9 triliun pada 2021, serta diperkirakan naik menjadi Rp 104 miliar dolar AS atau Rp 1.481 triliun di 2025.
Managing Director Google Indonesia Randy Jusuf mengatakan, penambahan 21 juta konsumen digital baru sejak awal pandemi mendorong pertumbuhan besar di sektor e-commerce, dengan 72 persen di antaranya berasal dari wilayah non-kota besar.
Baca Juga: Google Sambut Penerapan Solusi Dua Pilar Pajak Digital di Indonesia
"Poin kedua, lebih banyak orang yang menggunakan lebih banyak layanan. Sebelum pandemi, setiap orang menggunakan jasa internet rata-rata sebanyak 4.8 atau 5 layanan, tapi setelah lebih dari 8 (layanan)," tambah Randy saat virtual media briefing, Rabu (17/11/2021).
Sementara itu, sektor transportasi dan makanan tumbuh 36 persen dari 5,1 miliar dolar AS atau Rp 72,6 triliun pada 2020 menjadi 6,9 miliar dolar AS atau Rp 98,2 trilun pada 2021, dan diperkirakan akan mencapai 16,8 miliar dolar AS atau Rp 239,2 triliun hingga 2025.
Adapun sektor media online tumbuh 48 persen dari 4,3 miliar dolar AS atau Rp 61,2 triliun pada 2020 menjadi 6,4 miliar dolar AS atau Rp 91,1 triliun, dan diperkirakan tumbuh menjadi 15,8 miliar dolar AS atau Rp 224,9 triliun hingga 2025.
Di Indonesia, meskipun sektor perjalanan online cukup lambat untuk pulih, sektor ini mencatatkan pertumbuhan 29 persen, dari GMV sebesar 2,6 miliar dolar AS atau Rp 37 triliun pada 2020 menjadi 3,4 miliar dolar AS atau Rp 48,4 triliun pada 2021. Sektor ini diperkirakan pulih dalam jangka menengah hingga panjang, dan diprediksi tumbuh mencapai 9,7 miliar dolar AS atau Rp 138 trilun di 2025.
Laporan tersebut juga menyoroti bahwa kawasan Asia Tenggara sedang bergerak menuju perekonomian digital senilai 1 triliun dolar AS atau Rp 14.242 triliun yang dipimpin oleh sektor e-commerce dan toserba online. Pada 2030, ekonomi digital Indonesia diperkirakan tumbuh lima kali lipat menjadi senilai 330 miliar dolar AS atau Rp 4.699 triliun.
Baca Juga: Harus Tahu! Google Indonesia Sebut Kebiasaan Online Seperti Ini Membahayakan
Di bidang investasi, Indonesia telah menjadi tujuan investasi terpopuler di kawasan Asia Tenggara. Aktivitas kesepakatan investasi mengalami kebangkitan yang sangat kuat di paruh pertama 2021, dengan 300 kesepakatan senilai 4,7 miliar dolar AS atau Rp 66,9 triliun pada semester I 2021, dibandingkan 437 kesepakatan senilai 44 miliar dolar AS atau Rp 62 triliun di sepanjang tahun 2020.
Secara regional, tahun ini ada 23 unicorn teknologi konsumen, tujuh di antaranya berasal dari Indonesia dan sudah ada beberapa yang berencana untuk IPO dalam waktu dekat.
“Kami sangat optimistis dengan potensi pertumbuhan ekonomi internet Indonesia, yang didorong oleh basis pengguna yang sangat besar, sangat antusias, dan telah mengadopsi layanan digital selama pandemi,” kata Fock Wai Hoong, Managing Director, Investment (Telecommunications, Media & Technology and South East Asia), dari Temasek.
“Kami berharap dapat meningkatkan investasi kami di berbagai perusahaan digital terbaik di Asia Tenggara, dan menggunakan modal kami untuk mengatalisasi solusi yang akan menciptakan kemakmuran berkelanjutan bagi bisnis dan komunitas," tambahnya. [Antara]