Suara.com - Kata sandi merupakan hal yang sangat penting bagi sebuah akun.
Karenanya, setiap pengguna harus menggunakan kata sandi yang kuat untuk melindungi data pribadi di dalam akun.
Sayangnya, sebanyak 89 persen pengguna internet di Indonesia masih menggunakan dan mempertahankan kebiasaan penggunaan kata sandi yang lemah.
Hal itu diungkap oleh Amanda Chan, Product Marketing Manager Google Indonesia.
Baca Juga: Urgensi RUU PDP dan Pengawasan Independen yang Ketat
"Apa yang membuat mereka masih mempertahankan kebiasaan itu? Sebanyak 40 persen merasa takut lupa dengan sandi yang baru dan 30 persen menggunakan sandi yang sama karena lebih praktis," kata Amanda dalam acara virtual Shop Safer with Google, Rabu (3/11/2021).
Amanda menambahkan bahwa pengguna yang menggunakan sandi yang sama, berpotensi dua kali lebih tinggi mengalami kasus pencurian data keuangan secara online.
Menurut survei yang dilakukan Google pada September 2021 di 11 negara di kawasan Asia Pasifik, hampir dua dari tiga pengguna Internet di Indonesia telah mengalami kebocoran data pribadi.
Dengan melibatkan 13.870 pengguna internet berusia 18 tahun ke atas, sebagian besar responden mengaku tidak memiliki kebersihan kata sandi yang baik.
Termasuk berbagi, mendaur ulang, dan menggunakan kata sandi yang mudah ditebak.
Baca Juga: Segera Cek! Sebanyak 11 Aplikasi di Google Play Store Diduga Curi Data Pengguna
Tercatat, tiga dari lima responden mengaku membagikan kata sandi dengan teman dan keluarga untuk platform streaming, layanan pesan antar makanan, dan situs e-commerce.
Tak hanya itu, 74 persen pengguna yang menyimpan informasi keuangan secara online juga memberitahukan kata sandi kepada teman dan keluarga.
Pengguna juga memiliki tingkat kewaspadaan yang rendah karena tiga dari empat responden mengaku, melakukan pembelian di situs yang tidak memiliki simbol tanda aman atau gembok di sebelah URL situs.
Oleh karena itu, pengguna harus membiasakan diri menggunakan kata sandi yang lebih aman.
Di sisi lain, jika pengguna mendapati akun berada dalam ancaman kejahatan siber, sebanyak 67 persen responden kemungkinan akan menggunakan autentikasi dua langkah (2FA), meskipun tidak wajib.
Sedangkan empat dari lima responden mengatakan, akan langsung mengubah sandi saat menemukan potensi terjadinya pelanggaran data.
Dua dari tiga responden kemungkinan akan menggunakan pengelola kata sandi.