IPB: 30 Spesies Primata di Indonesia Kemungkinan Punah pada 2050

Liberty Jemadu Suara.Com
Senin, 01 November 2021 | 19:01 WIB
IPB: 30 Spesies Primata di Indonesia Kemungkinan Punah pada 2050
Orangutan yang bernama Chiko setelah dilepasliarkan oleh BKSDA-KPC-COP di Hutan Lindung Sungai Lesan. [Presisi.co]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Dosen di Institut Pertanian Bogor Mirza D Kusrini mengatakan suatu penelitian di IPB menunjukkan sekitar 30 spesies primata di Indonesia kemungkinan akan punah pada 2050 akibat dampak perubahan iklim.

"Penelitian menunjukkan kepada kita bahwa sekitar 30 spesies primata di Indonesia kemungkinan akan punah pada Tahun 2050. Ini benar-benar tidak baik," kata Mirza dalam diskusi virtual pembuka WECMIC 2021 bertajuk Urgensi Konservasi Satwa Liar dalam Diskusi Perubahan Iklim Global di Jakarta, Senin (1/11/2021).

Dosen di Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB itu menuturkan dengan meningkatnya suhu, populasi atau sebaran primata di beberapa pulau di Indonesia akan berkurang, terutama di Jawa dan Sulawesi.

Digelar oleh Aryo Adhi Condro, Lilik Budi Prasetyo, Siti Badriyah Rushayati, I Putu Santikayasa dan Entang Iskandar, penelitian itu bertajuk "Predicting Hotspots and Prioritizing Protected Areas for Endangered Primate Species in Indonesia under Changing Climate".

Baca Juga: Paus Fransiskus ke para Pemimpin di COP26: Dengar Jeritan Bumi dan Tangisan Orang Miskin

Mirza menjelaskan penelitian itu mengembangkan model distribusi spesies dengan skenario yang melibatkan aspek perubahan iklim.

Dalam jurnal penelitian itu, disebutkan 75 persen spesies dari kelompok keluarga Tarsidae akan punah pada 2050. Kelompok famili owa (Hylobatidae) akan punah sekitar 50 persen.

Orangutan sumatera (Pongo abelii) dan kukang jawa (Nycticebus javanicus) diperkirakan akan punah pada 2050.

Dalam penelitian itu, disebutkan primata Indonesia telah mengalami banyak ancaman akibat perubahan iklim dan perubahan bentang alam yang menyebabkan kepunahan.

Oleh karenanya, riset tersebut merekomendasikan perencanaan dan strategi konservasi primata menjadi penting dalam mempertahankan populasi primata di Tanah Air.

Baca Juga: Bertemu PM Australia, Jokowi Bahas Vaksinasi, Pemulihan Ekonomi, hingga Perubahan Iklim

Mirza yang merupakan Wakil Ketua Regional untuk Asia Selatan dan Timur Komisi Kelangsungan Hidup Spesies International Union for Conservation of Nature (IUCN) mengatakan perubahan iklim tidak hanya berdampak pada spesies karismatik, tapi juga satwa liar lain.

Ia juga menyoroti populasi komodo di Indonesia. Spesies komodo sudah masuk dalam kategori terancam punah dalam daftar merah IUCN.

Ia menuturkan suatu penelitian pada 2020 menunjukkan dalam suatu skenario dengan aspek perubahan iklim, ada kemungkinan populasi komodo akan menurun pada 2050.

Selain di taman nasional, komodo juga tersebar di daratan Flores sehingga mereka harus dilindungi karena komodo sangat rentan terhadap perubahan dan kehilangan habitat.

Komodo, kata dia, sensitif terhadap perubahan penggunaan lahan yang terjadi di habitat yang tidak dilindungi di Flores selama beberapa dekade terakhir.

Oleh karena itu, menurut Mirza. hilangnya habitat dan konversi atau alih fungsi lahan yang berkelanjutan dapat memperburuk perkiraan pengurangan populasi dan distribusi komodo di Flores

Mirza mengatakan jika suhu naik, maka akan ada area yang lebih kering dan akan berdampak pada populasi amfibi dan reptil.

"Kita harus khawatir tentang apa yang akan terjadi pada satwa liar kita dalam kasus pemanasan global," ujarnya.

Menurut dia, untuk melestarikan spesies, maka perlu harus memastikan untuk mengurangi dampak perubahan iklim dan menghentikan pemanasan global.

"Jjika tidak, kita tidak hanya akan kehilangan mata pencaharian kita, tetapi juga spesies kita," kata Mirza.

IUCN adalah serikat keanggotaan yang terdiri dari pemerintah dan organisasi-organisasi masyarakat sipil.

Lembaga internasional untuk konservasi alam itu memanfaatkan pengalaman, sumber daya, dan jangkauan lebih dari 1.400 organisasi anggotanya dan masukan dari lebih dari 18.000 pakar. [Antara]

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI