Suara.com - Kepala Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa Erna Sri Adiningsih mengatakan pihaknya sudah melakukan studi feasibilitas pada lahan untuk kepentingan penelitian dan pengembangan di Biak, Papua.
Erna mengatakan lokasi Biak diketahui sudah sesuai dalam hal teknis dan lingkungan secara fisik, namun untuk luasannya harus diperluas karena belum memenuhi persyaratan minimum 1.000 hektare untuk kebutuhan yang lebih besar.
Selain itu, Erna mengatakan ada aspek sosial budaya yang harus dipikirkan secara serius.
"Stasiun bumi di Biak sudah ada sejak lama sebelum BRIN terbentuk. Posisinya berbeda dengan lokasi yang diisukan akan dibangun bandara roket pengorbit satelit,” ujar Erna.
Baca Juga: Kesiapan Lahan dan Investor Syarat Utama Bangun Bandar Antariksa di Indonesia
Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko baru-baru ini telah mengunjungi Balai Kendali Satelit, Pengamatan Antariksa dan Atmosfer, dan Penginderaan Jauh Biak.
Handoko mengunjungi sejumlah fasilitas riset yang ada, seperti stasiun kerja sama LAPAN-ISRO Biak dan proyek pembangunan Gedung Fasilitas Stasiun Bumi Pengendali dan Penerima Data Satelit atau proyek antena SBSN yang masih dalam tahap pembangunan.
Handoko sebelumnya mengatakan bahwa pembangunan bandar antariksa di Indonesia bisa dilakukan jika dua syarat terpenuhi. Keduanya adalah tersedianya lahan dan adanya investor.
Adapun pembangunan bandar antariksa di Biak mendapat penolakan dari sejumlah pihak dan terutama warga setempat. Mereka khawatir pembangunan itu akan menggusur warga lokal dan sumber-sumber kehidupan mereka.
Selain Biak, BRIN sudah melirik alternatif lain sebagai tempat pembangunan bandar antariksa. Salah satunya adalah Pulau Morotai di Maluku Utara. [Antara]
Baca Juga: BRIN: Biak Bukan Satu-satunya Calon Bandar Antariksa