Suara.com - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Ganip Warsito menyatakan Indonesia dengan beragam potensi kebencanaannya lebih layak disebut sebagai laboratorium bencana dan bukan supermarket bencana.
"Kita (Indonesia) sering disebut sebagai supermarket bencana. Sebutan ini mungkin kurang tepat. Indonesia lebih layak disebut laboratorium bencana, sehingga wajib untuk dipelajari untuk disiapkan langkah-langkah antisipasi dan pencegahannya," katanya di Ambon, Rabu (20/10/2021).
Menurut dia semua potensi bencana ada di Indonesia mulai dari hidrometeorologi, vulkanologi, geologi, bencana sosial hingga non alam seperti pandemi COVID-19. Berbagai potensi bencana di Tanah Air itu harus dipelajari untuk menyiapkan langkah-langkah mitigasi dan kesiapsiagaan yang baik.
Penegasan tersebut juga telah disampaikannya saat memberikan kuliah umum di hadapan para mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon, Kota Ambon, Maluku, sebagai bagian dari rangkaian kegiatan Peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) tahun 2021.
Baca Juga: Peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana, 10 Mobil BPNB Bagi Masker di Ambon
Ganip menegaskan, pengurangan risiko bencana menjadi sebuah investasi penting guna meminimalisasi dampak dari potensi ancaman bencana yang ada di Tanah Air. Adapun bentuk dari investasi PRB yang dimaksud adalah investasi struktural, kultural, sumber daya manusia (SDM), ilmu pengetahuan dan teknologi serta keuangan.
Investasi struktural yang dimaksud Ganip adalah melalui pembangunan infrastruktur berdasarkan kajian risiko bencana.
"Baik berupa bangunan tahan bencana maupun penanaman dan pemeliharaan vegetasi yang dapat menjadi buffer bagi jenis bencana tertentu seperti tsunami, maupun bencana hidrometeorologi," jelas Ganip.
Investasi selanjutnya adalah kultural yang lebih mengarah kepada bagaimana mengubah paradigma masyarakat dalam penanggulangan bencana dari responsif menjadi preventif, katanya.
"Investasi kultural atau non-struktural ini dapat diupayakan melalui literasi kebencanaan, edukasi maupun sosialisasi, serta pengembanganya dapat dilakukan dengan memanfaatkan kearifan lokal setempat," katanya.
Baca Juga: Korban Meninggal Dunia Akibat Gempa Bali M 4,8 Ada di Karangasem Dan Bangli
Investasi pengurangan risiko bencana berikutnya adalah menyangkut bagaimana kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) ditingkatkan.
"Investasi sumber daya manusia ini pada dasarnya untuk membentuk karakter masyarakat yang tangguh bencana," jelas Ganip.
Dalam pengurangan risiko bencana, investasi iptek juga menjadi bagian yang tidak kalah penting. Bentuk investasi ini adalah dengan menciptakan teknologi yang dapat digunakan untuk monitoring, analisa dan asesmen dalam pengurangan risiko bencana.
Dengan kata lain, iptek juga dapat diartikan sebagai kontribusi pemikiran dan teknologi yang tepat oleh para akademisi, pakar maupun peneliti.
Sedangkan investasi terakhir yakni mengenai anggaran keuangan. Hal ini menyangkut investasi yang dikeluarkan untuk pengurangan risiko bencana, sehingga dapat menyelamatkan aset yang bernilai lebih besar, baik anggaran untuk implementasi program maupun melalui asuransi bencana.
Melalui kuliah umum itu, Ganip juga mengajak kalangan kampus IAIN Ambon agar dapat lebih memaksimalkan peran perguruan tinggi dalam penanggulangan bencana, sebagaimana yang diintegrasikan ke dalam tri dharma perguruan tinggi.
"Sangat banyak kegiatan yang dapat dilakukan mahasiswa dan perguruan tinggi dalam hal penanggulangan bencana, terutama dalam aspek pencegahan dan kesiapsiagaan, diantaranya adalah melatih kesiapan teknis perguruan tinggi, dalam menghadapi bencana," katanya.
Melalui kesiapan teknis, maka pelatihan seperti kesiapsiagaan ketika terjadi gempa bumi, maupun latihan evakuasi korban pasca gempa terjadi dapat dilakukan dengan harapan seluruh warga kampus lebih tangguh dalam menghadapi bencana. [Antara]