Suara.com - M Niaz Asadullah, dosen ekonomi pembangunan di University of Malaya, Malaysia mengatakan Indonesia bisa menjadi model bagi Taliban untuk memperluas akses pendidikan perempuan. Hukum Islam tak berseberangan degnan pendidikan perempuan. Berikut ulasannya:
Sejak Taliban kembali berkuasa, ada kecemasan dari berbagai pihak bahwa masyarakat Afganistan akan mengalami “Islamisasi” – termasuk sektor pendidikan.
Banyak orang khawatir bahwa sekolah-sekolah akan ditutup atau perempuan tidak diizinkan bersekolah. Hal ini dapat menghapus capaian negara tersebut selama 20 tahun dalam memperluas akses pendidikan bagi perempuan.
Berbagai laporan, misalnya, menyebutkan rencana dari pemerintah Taliban untuk menerapkan pemisahan antara warga laki-laki dan perempuan, membatasi aktivitas perempuan di luar rumah, mewajibkan pemakaian hijab, hingga sepenuhnya mengganti sekolah dengan madrasah (sekolah berbasis agama Islam).
Namun, di berbagai belahan dunia, jutaan perempuan tetap bersekolah di tengah yang menerapkan nilai-nilai Islam.
Salah satunya adalah Indonesia, di mana pemerintah bersama dengan berbagai organisasi keagamaan mengelola jaringan madrasah terbesar di dunia. Sekolah-sekolah ini telah berkontribusi secara signifikan terhadap pengembangan pendidikan di daerah terpencil dan tertinggal.
Meskipun akan ada banyak tantangan, Indonesia bisa jadi model yang baik bagi pemerintah Taliban terkait bagaimana suatu negara mayoritas Muslim maupun organisasi keagamaan dapat memperluas akses pendidikan bagi anak perempuan.
Hukum Islam tidak berseberangan dengan pendidikan perempuan
Sama seperti di Afganistan, di Indonesia, madrasah berdiri secara berdampingan dengan adanya sekolah negeri atau sekolah sekuler.
Baca Juga: Granat Meledak di Masjid Afghanistan, Satu Pemimpin Taliban Tewas
Tapi, madrasah di Indonesia telah memberikan akses pendidikan yang luas pada anak perempuan jauh sebelum negara lain seperti Afganistan, di mana kebanyakan madrasah masih terbatas untuk anak laki-laki saja.