Suara.com - PT Indosat Tbk (Indosat Ooredoo) dan PT Hutchison 3 Indonesia (H3I/Tri) telah resmi melakukan penggabungan bisnis pada 16 September lalu.
Perusahaan gabungan keduanya akan bernama PT Indosat Ooredoo Hutchison Tbk (Indosat Ooredoo Hutchison).
Ketua Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi, Kamilov Sagala, melihat konsolidasi bukan hal baru di industri telekomunikasi yang perkembangannya sangat cepat.
Menurutnya, di negara-negara seperti Indonesia yang geografisnya sangat luas membuat pembangunan infrastruktur menjadi tantangan yang amat besar.
Baca Juga: Gandeng Chelsea FC, 3 Indonesia Berikan Dobel Kuota Harga Tetap
“Berbeda dengan India atau China,” katanya dalam keterangan resmi, Sabtu (9/10/2021).
Tingginya tantangan ini berisiko pada besarnya pembiayaan infrastruktur dan industri telekomunkasi merupakan bisnis yang padat modal.
Proses merger adalah keniscayaan untuk mewujudkan industri yang sehat. Ia mencontohkan di Malaysia bagaimana Celcom berkolaborasi dengan Digi pada pertengahan 2021. Kemudian di India pada 2020, Vodafone merger dengan Airtel.
Kamilov setuju bahwa hasil merger ini diharapkan dapat menciptakan industri telekomunikasi digital kelas baru di indonesia.
Bukan tidak mungkin buah konsolidasi ini mampu mempercepat transformasi digital yang dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia.
Baca Juga: Indosat Ooredoo Hadirkan Kampung Digital di Kota Surakarta
Bergabungnya sumber daya dan servis yang dimiliki keduanya, maka kebutuhan pelanggan lebih terakomodir. Cakupan wilayah layanan pun kian meluas.
Hadirnya Indosat Ooredoo Hutchison membuat persaingan antaroperator seluler makin hidup dan mereka akan berlomba menarik pelanggan dengan beragam suguhan layanan.
Sebuah keuntungan besar dari sisi pelanggan dengan pilihan yang semakin mudah.
Secara umum, Kamilov mencermati ada dua keuntungan yang diperoleh pelanggan, antara lain;
- Pelanggan mudah mendapatkan layanan di suatu daerah. Daerah yang dulu tidak terjangkau oleh operator pilihannya, karena kolaborasi maka dapat memanfaatkan jaringan yang dimiliki oleh operator hasil kolaborasi. Hal ini juga dapat membuka peluang memperoleh pelanggan baru.
- Pelanggan mendapatkan pilihan tarif terbaik dan terjangkau, di mana muncul berbagai varian tarif misalnya untuk pebisnis, mahasiswa atau pelajar, maupaun masyarakat lepas lainnya.
Namun, untuk memberikan pilihan terbaik bagi pelanggan juga penting diperhatikan aspek kualitas layanan atau quality of services (QoS).
“Jika layanannya ditingkatkan akan menghasilkan pelanggan yang setia,” kata Kamilov.
Hadirnya teknologi 5G, merger menjadi sebuah kebutuhan karena investasi kian besar akibat nilai frekuensi makin tinggi dan ketersediannya terbatas.
Hadirnya merger bisa memaksimalkan frekuensi yang tersedia saat ini.
“Idealnya cukup 3—4 operator saja yang bermain sehingga tercipta iklim kompetisi yang lebih baik,” katanya.
Kamilov menambahkan bahwa saat ini merupakan momentum yang tepat bagi operator untuk saling konsolidasi.
Terlebih payung hukumnya sudah ada lewat UU No. 11/2020 Cipta Kerja dan PP No.46 tahun 2021 terkait Postelsiar sangat mendukung kebutuhan industri telekomunikasi yang bergerak sangat cepat.
Upaya konsolidasi ikut mempercepat tugas pemerintah menyediakan jaringan di berbagai wilayah yang belum terkoneksi.
Kika iklim yang dibentuk oleh operator yang berkonsolidasi baik dan bermanfaat bagi masyarakat, maka merger adalah pintu menjaga keberlangsungan sebuah bisnis.
“Sebenarnya kalau dilihat, ‘refarming’ itu sudah terjadi dengan sendirinya,” kata Kamilov.
Juga sangat tidak beralasan jika frekuensi harus dikembalikan kepada pemerintah. Kecuali jika penggunaannya kurang baik.
Selama baik dan berkembang, tidak ada alasan pengembalian. Tak kalah pentingnya konsolidasi operator akan membuat iklim persaingan justru semakin kompetitif.