Lockdown Bikin Hubungan Parasosial Marak di Seluruh Dunia, Termasuk Indonesia

Dythia Novianty Suara.Com
Jum'at, 08 Oktober 2021 | 15:37 WIB
Lockdown Bikin Hubungan Parasosial Marak di Seluruh Dunia, Termasuk Indonesia
Ilustrasi beberapa orang sedang menggunakan ponsel saat berkumpul bersama. [Shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Selama masa lockdown, banyak yang menghabiskan waktu lama di rumah dan beralih ke teman virtual untuk menggantikan kehidupan sosial yang hilang.

Jenis hubungan sepihak ini memiliki daya tarik yang kuat terhadap banyak orang.

Kaspersky melakukan studi global terhadap lebih dari 15.000 orang di 25 negara.

Lebih dari tujuh dari 10 (77 persen) di sini mengatakan bahwa mereka banyak mendapatkan hal baru dari influencer yang mereka ikuti di berbagai bidang seperti kesehatan, hobi, gaya, dan berita.

Baca Juga: Cara Antimainstream Pria Ejek Pemobil yang Antre BBM di SPBU, Gak Habis Pikir

Lebih dari Social Media Users Seek ‘One-Sided’ Relationships To Escape Lockdown Reality, Research Finds satu dari dua (55 persen) juga mengungkapkan bahwa mengikuti orang terkenal secara online telah memberikan mereka sebuah hubungan yang tidak pernah didapatkan sebelumnya dengan orang lain.

Hampir setengah (44 persen) mengatakan mereka "bergantung" pada konten influencer.

Ilustrasi influencer (Dok. Elements Envato)
Ilustrasi influencer (Dok. Elements Envato)

Hampir dua dari 10 (17 persen) mengatakan mereka merasa hampa jika tidak memiliki keterlibatan dengan influencer.

Sementara hubungan parasosial ini memang ada, pengguna media sosial di Asia Tenggara juga melakukan tindakan untuk dapat berhubungan dengan influencer yang mereka ikuti.

Banyak yang mencari kontak langsung dengan cara mengomentari posting influencer (46 persen) atau memberikan reaksi terhadap posting atau cerita mereka (39 persen).

Baca Juga: Viral Tren Red Flags In My Room, Perempuan Ini Pamer 'Jendela Neraka'

Layaknya penggemar terhadap idola, pengguna media sosial di sini juga berinteraksi dengan influencer dalam berbagai cara.

Mulai dari menghadiri acara yang mereka selenggarakan (19 persen), mengirim fan-art (16 persen), mengirim pesan secara pribadi (15 persen).

Kemudian, berhubungan melalui pesan pribadi (15 persen), email (15 persen), dan menelepon influencer atau agensi mereka secara langsung (12 persen).

Di sini menjadi jelas bahwa media sosial merupakan bagian penting bagi banyak orang selama pandemi.

Hampir enam dari 10 (59 persen) secara global mengatakan media sosial telah menyediakan koneksi penting bagi mereka selama pandemi.

Angka ini tertinggi di kalangan kelompok muda berusia 18-34 tahun (71 persen), yang cukup mengandalkan media sosial untuk konektivitas.

Orang-orang di Vietnam (94 persen) dan Afrika Selatan (79 persen) adalah yang paling mungkin menganggap media sosial merupakan koneksi penting bagi mereka.

Ilustrasi media sosial (unsplash).
Ilustrasi media sosial (unsplash).

Meskipun begitu, sepertiga orang di seluruh dunia (33 persen) mengatakan, mereka menjadi kurang toleran terhadap orang-orang di media sosial selama pandemi.

Menurut peneliti keamanan utama di Kaspersky, David Emm, meskipun lebih dari setengah (56 persen) orang telah aktif di media sosial selama lebih dari satu dekade, banyak dari kita masih mencari tahu bagaimana untuk menyeimbangkan hal positif dari media sosial dengan yang negatif.

“Sekarang, kita telah memasuki era baru di mana hubungan virtual sebuah hal yang umum," ujarnya dalam keterangan resminya, Jumat (8/10/2021).

Hubungan parasosial ini sering kali dapat menyebabkan terlalu banyak berbagi atau oversharing di media sosial, karena orang-orang ingin terus mengembangkan hubungan ini.

"Namun, di sisi lain ini juga dapat menyebabkan sejumlah besar konsekuensi negatif dan tak terduga, seperti upaya peretasan dan phishing, doxing dan intimidasi, merugikan reputasi online, dan lain lain,” jelas dia.

Menurutnya, semua ini dapat dimengerti dengan adanya masa lockdown yang kita semua alami selama setahun terakhir, dapat membuat orang-orang akan tertarik pada hubungan online dan parasosial untuk mencegah kesepian dan kebosanan.

"Tapi sangat penting juga bagi semua untuk menyadari konsekuensi dari berbagi secara online dan dapat mengambil pendekatan yang lebih seimbang,” tutup Emm.

Kaspersky juga telah mengidentifikasi lima jenis persona di media sosial:

  • Savvy Socials - yang membatasi waktu online mereka dan meminimalkan posting
  • Poster Breezy - mereka memposting secara produktif selama periode aktivitas yang relatif
    singkat
  • Oversharers – kelompok ini hampir hidup secara online dan memposting terus menerus
  • Lurkers – mereka mungkin menghabiskan banyak waktu untuk bersosialisasi, dunia daring digunakan hanya untuk berselancar, dan bukan untuk berkomentar
  • Offliners – kelompok ini cenderung tidak aktif, tidak pernah bergabung, atau menghapus banyak akun media sosial mereka.
Ilustrasi bermain smartphone (pexels.com/@picjumbo-com-55570)
Ilustrasi bermain smartphone (pexels.com/@picjumbo-com-55570)

Mana yang menggambarkan dirimu?

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI