Kendalikan Penurunan Permukaan Tanah untuk Cegah Jakarta Tenggelam

Liberty Jemadu Suara.Com
Rabu, 06 Oktober 2021 | 14:58 WIB
Kendalikan Penurunan Permukaan Tanah untuk Cegah Jakarta Tenggelam
Untuk cegah Jakarta tenggelam, penurunan permukaan tanah harus dikendalikan. Foto: Tanggul pengaman pantai Jakarta yang masih dalam proses pembangunan. [Dok Kementerian PUPR]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Profesor Riset bidang Meteorologi Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Eddy Hermawan mengatakan pengendalian laju penurunan muka tanah menjadi satu upaya penting untuk menyelamatkan Jakarta dan Pantura dari potensi tenggelam.

"Terbukti dari hasil pemetaan yang dibuat oleh Kementerian ESDM tahun 2019 dan juga beberapa kajian ternyata hasilnya adalah penurunan muka tanah perlu direm, kalau tidak, maka terjadi kenaikan muka air laut dan dampaknya sangat besar bagi masyarakat yang ada di Pantura khususnya," kata Eddy dalam Webinar Nasional Prof Talk: Benarkah Jakarta dan Pantura Akan Tenggelam? di Jakarta, Rabu (6/10/2021).

Eddy mengatakan penurunan muka tanah (land subsidence) berkontribusi cukup besar menyebabkan Jakarta berpotensi tenggelam.

"Jakarta memang memiliki potensi tenggelam bukan hanya karena faktor kenaikan muka air laut memang itu sangat kecil sekitar 3 mm per tahun, yang sangat berpengaruh di Jakarta dan Pantura pada umumnya adalah penurunan muka tanah yang memang ini sudah tidak bisa dikendalikan," ujarnya.

Baca Juga: BRIN: Jakarta Tenggelam Lebih Cepat Karena Naiknya Air Laut dan Turunnya Permukaan Tanah

Menurut dia, kenaikan muka air laut akibat dampak perubahan iklim "sepertinya" sulit dibendung, sementara penurunan muka tanah bisa direm.

Eddy menuturkan hasil penginderaan jauh menunjukkan ada tiga kota yang mengalami penurunan muka tanah cukup tinggi yakni Pekalongan, Semarang dan Jakarta.

Penurunan muka tanah di Kota Pekalongan di Jawa Tengah berkisar 2,1- 11 cm per tahun, Kota Semarang di Jawa Tengah berkisar 0,9-6 cm per tahun, dan DKI Jakarta sekitar 0,1-8 cm per tahun.

Pembangunan gedung-gedung dan pengambilan air tanah yang masif dilakukan akan menyebabkan semakin turunnya muka tanah. Penurunan muka tanah juga semakin mengancam bagi daerah-daerah yang batuannya sangat muda, tanah lunak, gambut, dan endapan aluvial. Oleh karena itu perlu, kebijakan penggunaan air tanah.

Selain itu, untuk menyelamatkan Jakarta dan Pantura, harus menekan semaksimal dan seoptimal mungkin agar tidak terjadi lagi kerusakan lingkungan di sepanjang pesisir Pantura. "Pembangunan tanggul raksasa hanya bersifat penanggulangan sementara. Perlu dipertimbangkan untuk menanam mangrove karena terbukti cukup efektif dalam meredam laju masuknya rob ke daratan," katanya.

Baca Juga: Parasetamol Cemari Teluk Jakarta, BRIN: Ganggu Reproduksi Kerang Biru

Eddy mengatakan tidak hanya Jakarta yang terancam tenggelam. Kawasan lain, khususnya Kalimantan Selatan karena tanahnya lunak dan berupa gambut juga memiliki potensi terancam tenggelam karena kenaikan muka air laut.

Senada dengan Eddy, Profesor Riset bidang Geoteknologi dan Hidrogeologi BRIN Robert Delinom mengatakan ada beberapa kota yang berlokasi di Pantura secara terus menerus mengalami amblesan atau penurunan muka tanah, di antaranya Jakarta, Indramayu, Semarang dan Surabaya.

Penurunan muka tanah yang intensif di kota-kota tersebut dan adanya pemanasan global yang menyebabkan muka air laut naik sehingga kota-kota tersebut dikhawatirkan akan tenggelam setelah beberapa tahun ke depan.

Robert menuturkan pengamatan yang intensif di Jakarta dan Semarang menunjukkan bahwa kondisi geologi kedua daerah tersebut sangat berpengaruh pada proses terjadinya amblesan.

"Ternyata amblesan terjadi hanya pada lokasi yang dibangun oleh batuan lempung dan batuan muda belum terpadatkan, yang diketahui menyebar tidak secara homogen," ujar Robert.

Robert mengatakan penurunan muka tanah di Jakarta disebabkan oleh empat faktor utama, yakni kompaksi batuan yang tidak padat karena ada endapan aluvial dan batuan lempung, pengambilan air tanah berlebih, pembebanan bangunan, dan aktivitas tektonik.

Karena bersifat masih sangat muda, endapan aluvial itu akan terus mengalami kompaksi atau pemadatan sampai pada batas waktu tertentu sehingga muka tanah cenderung menurun.

Pada tahun 1914, muka air laut dan muka air Sungai Ciliwung masih sama tapi telah berbeda hingga 2,2 meter pada 2011.

Data kenaikan muka air laut sampai 2019 menunjukkan kenaikan muka air laut di Teluk Jakarta adalah 0,43 cm per tahun dan lepas pantai Semarang adalah 0,53 cm per tahun.

Dari kenyataan tersebut, dapat disimpulkan tenggelamnya kota-kota di Pantura, dalam artian secara keseluruhan kota terendam, tidak akan segera terjadi.

Menurut Robert, hanya bagian kota yang terletak dekat ke pantai dan dibangun oleh batuan lempung dan aluvial yang belum terpadatkan yang akan tenggelam. [Antara]

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI