Suara.com - NASA telah menyiapkan satelit pengamat Bumi terbarunya untuk diluncurkan ke orbit dari pantai California, Senin (27/9/2021) waktu setempat.
Satelit, yang disebut Landsat 9, berada di jalur untuk lepas landas dari Pangkalan Angkatan Luar Angkasa Vandenberg.
Rencananya akan dibawa di atas roket Atlas V yang disediakan oleh United Launch Alliance. Lift-off ditargetkan pukul 14.12 WIB EDT (11:12 PDT atau 1812 GMT).
"Pesawat ruang angkasa, roket Atlas V, semua peralatan jangkauan, sudah siap," kata direktur peluncuran NASA Tim Dunn kepada wartawan dalam konferensi pers Sabtu (25/9/2021).
Dilansir dari Space, Senin (27/9/2021), dia menambahkan, misi tersebut memiliki waktu 30 menit untuk lepas landas dari Space Launch Complex 3E Vandenberg.
Baca Juga: Mengapa Ada Banyak Satelit, Apa Saja Fungsinya?
Empat cubesats kecil juga akan diluncurkan ke orbit dengan Landsat 9.
Dua akan mempelajari angin matahari dan atmosfer planet ekstrasurya sebagai bagian dari penelitian NASA.
Dua lainnya menerbangkan misi yang dirahasiakan untuk Angkatan Luar Angkasa AS, kata Dunn.
Landsat 9 akan menjadi satelit kesembilan dan tercanggih yang mempelajari Bumi dari atas untuk program Landsat.
Langkah ini merupakan upaya bersama NASA dan Survei Geologi AS yang telah memberikan citra konstan planet kita selama hampir 50 tahun.
Baca Juga: NASA Targetkan Wilayah Bulan yang Belum Terjamah untuk Misi Pencarian Air
Satelit ini membawa kamera resolusi tinggi dan sensor inframerah sensitif sehingga mencitrakan Bumi di 11 pita spektral, serta menyelesaikan objek hingga sekitar 50 kaki (15 meter) lebar.
Satelit harus mengorbit Bumi pada ketinggian sekitar 438 mil (705 kilometer) di atas kutub planet.
"Selama hampir 50 tahun, satelit Landsat telah mendokumentasikan perubahan lanskap Bumi," kata Michael Egan, manajer program Landsat NASA.
Menurutnya, Landsat 9 akan meningkatkan dan memperluas rekor planet rumah kita yang tak tertandingi ini. Satelit ini akan mencitrakan seluruh bumi setiap 16 hari.
Ketika digabungkan dengan data dari pendahulunya Landsat 8, yang diluncurkan pada 2013 dan masih digunakan sampai sekarang.
Menurut Egan, kedua satelit tersebut dapat mencakup seluruh Bumi setiap delapan hari.
Landsat 9 dirancang untuk bertahan setidaknya 5 tahun di orbit dan menggantikan Landsat 7 yang sudah tua, yang juga digunakan saat ini.
Satelit Landsat telah mempelajari Bumi sejak 1972.
Cakupan terus menerus itu adalah kunci untuk melacak perubahan Bumi, terutama karena planet ini mengalami cuaca yang lebih ekstrem, badai kuat, kebakaran, dan efek lain dari perubahan iklim, kata pejabat misi.
"Seperti yang kita ketahui, perubahan iklim itu nyata," kata Tanya Trujillo, Asisten Sekretaris Bidang Air dan Ilmu Pengetahuan Departemen Dalam Negeri.
Menurutnya, program Landsat adalah alat yang sangat baik untuk membantu memandu upaya Survei Geologi AS memahami dan mendokumentasikan perubahan yang dilihat setiap hari.
Administrator asosiasi NASA untuk misi sains, Thomas Zurbuchen, menjelaskan bahwa Northrop Grumman membangun Landsat 9 senilai 750 juta dolar untuk NASA.
Nilai itu telah dipangkas dari anggaran awal senilai 90 juta dolar AS.
Jalan panjang menuju landasan peluncuran untuk Landsat 9.
Awalnya, satelit seharusnya diluncurkan pada 16 September lalu, tetapi ditunda hingga 23 September karena kekurangan nitrogen cair terkait dengan pandemi Covid-19 yang sedang berlangsung.
Namun, angin kencang memicu penundaan lagi hingga 27 September (waktu setempat).
Misi tersebut juga akan diluncurkan satu menit lebih lambat dari yang direncanakan untuk menghindari kemungkinan tabrakan dengan satelit Calypso/CloudSat NASA di orbit, kata Dunn.
Saat ini, prakiraan cuaca memprediksi 60 persen kemungkinan kondisi baik pada waktu peluncuran.
Jika NASA dan United Launch Alliance tidak dapat meluncurkan Landsat 9 pada hari ini, jendela peluncuran cadangan tersedia pada keesokan harinya, dengan kondisi cuaca yang serupa diharapkan.